Senin, 23 November 2009

Senandung Cinta Sang Ikhwan Telenovela

Ukhtiku...
Masihkah menungguku...?

Hmmm... menunggu, menanti, atau whatever-lah yang sejenis dengan itu kata orang membosankan. Benarkah?!
Menunggu...
Hanya sedikit orang yang menganggapnya sebagai hal yang ‘istimewa’.
Dan bagiku, menunggu adalah hal istimewa.
Karena banyak manfaat yang bisa dikerjakan dan yang diperoleh dari menunggu.
Membaca, menulis, diskusi ringan, atau hal lain yang bermanfaat.

Menunggu bisa juga dimanfaatkan untuk mengagungkan-Nya,
melihat fenomena kehidupan di sekitar tempat menunggu,
atau sekadar merenungi kembali hal yang telah terlewati.
Eits, bukan berarti melamun sampai bengong alias ngayal dengan pikiran kosong.
Karena itu justru berbahaya, bisa mengundang makhluk dari ‘dunia lain’ masuk ke jiwa.

Banyak hal lain yang bisa kau lakukan saat menunggu.
Percayalah bahwa tak selamanya sendiri itu perih.
Ngejomblo itu nikmat, jenderal!
Ups, itu judul tulisanku beberapa waktu lalu.

Bahwa di masa penantian, kita sebenarnya bisa lebih produktif.
Mumpung waktu kita masih banyak luang.
Belum tersita dengan kehidupan rumah tangga.
Jadi waktu kita untuk mencerahkan ummat lebih banyak.
Karena permasalahan ummat saat ini pun makin banyak.

Karenanya wahai bidadari dunia...
Maklumilah bila sampai saat ini aku belum datang.
Bukan ku tak ingin, bukan ku tak mau, bukan ku menunda.
Tapi persoalan yang mendera bangsa ini kian banyak dan kian rumit.
Begitu banyak anak tak berdosa yang harus menderita karena busung lapar, kurang gizi, lumpuh layuh hingga muntaber.
Belum lagi satu per satu kasus korupsi tingkat tinggi yang membuktikan bahwa negeri ini ’sarang tikus’.
Ditambah lagi bencana demi bencana yang melanda negeri ini.
Meski saat ini hidup untuk diri sendiri pun rasanya masih sulit.
Namun seperti seorang ustadz pernah mengatakan bahwa hidup untuk orang lain adalah sebuah kemuliaan. Memberi di saat kita sedang sangat kesusahan adalah pemberian terbaik.
Bahwa kita belumlah hidup jika kita hanya hidup untuk diri sendiri.

Ukhtiku...
Di mana pun engkau sekarang, janganlah gundah, janganlah gelisah.
Telah kulihat wajahmu dan aku mengerti,
betapa merindunya dirimu akan hadirnya diriku di dalam hari-harimu.
Percayalah padaku aku pun rindu akan hadirmu.
Aku akan datang, tapi mungkin tidak sekarang.
Karena jalan ini masih panjang.
Banyak hal yang menghadang.
Hatiku pun melagu dalam nada angan.
Seolah sedetik tiada tersisakan.
Resah hati tak mampu kuhindarkan.
Tentang sekelebat bayang, tentang sepenggal masa depan.
Karang asaku tiada ‘kan terkikis dari panjang jalan perjuangan, hanya karena sebuah kegelisahan.
Lebih baik mempersiapkan diri sebelum mengambil keputusan.
Keputusan besar untuk datang kepadamu.

Ukhtiku...
Jangan menangis, jangan bersedih, hapus keraguan di dalam hatimu.
Percayalah pada-Nya, Yang Maha Pemberi Cinta,
bahwa ini hanya likuan hidup yang pasti berakhir.
Yakinlah... saat itu pasti ‘kan tiba.
Tak usah kau risau karena makin memudarnya kecantikanmu.
Karena kecantikan hati dan iman yang dicari.
Tak usah kau resah karena makin hilangnya aura keindahan luarmu.
Karena aura keimananlah yang utama.
Itulah auramu yang memancarkan cahaya syurga,
merasuk dan menembus relung jiwa.

Wahai perhiasan terindah...
Hidupmu jangan kau pertaruhkan, hanya karena kau lelah menunggu. Apalagi hanya demi sebuah pernikahan. Karena pernikahan tak dibangun dalam sesaat, tapi ia bisa hancur dalam sedetik. Seperti negara Iraq yang dibangun berpuluh tahun, tapi bisa hancur dalam waktu sekian hari.

Jangan pernah merasa, hidup ini tak adil.
Kita tak akan pernah bisa mendapatkan semua yang kita inginkan dalam hidup.
Pasrahkan inginmu sedalam qalbu, pada tahajjud malammu.
Bariskan harapmu sepenuh rindumu, pada istikharah di shalat malammu.
Pulanglah pada-Nya, ke dalam pelukan-Nya.
Jika memang kau tak sempat bertemu diriku,
sungguh…itu karena dirimu begitu mulia, begitu suci.
Dan kau terpilih menjadi Ainul Mardhiyah di jannah-Nya.

Ukhtiku...
Skenario Allah adalah skenario terbaik.
Dan itu pula yang telah Ia skenariokan untuk kita.
Karena Ia sedang mempersiapkan kita untuk lebih matang,
merenda hari esok seperti yang kita harapkan nantinya.
Untuk membangun kembali peradaban ideal seperti cita kita.

Ukhtiku...
Ku tahu kau merinduiku, bersabarlah saat indah ‘kan menjelang jua.
Saat kita akan disatukan dalam ikatan indah pernikahan.
Apa kabarkah kau di sana?
Lelahkah kau menungguku berkelana?
Lelahkah menungguku kau di sana?
Bisa bertahankah kau di sana?
Tetap bertahanlah kau di sana...
Aku akan segera datang, sambutlah dengan senyum manismu.
Bila waktu itu telah tiba,
kenakanlah mahkota itu,
kenakanlah gaun indah itu...
Masih banyak yang harus kucari, ‘tuk bahagiakan hidup kita nanti…

Ukhtiku...
Malam ini terasa panjang dengan air mata yang mengalir.
Hatiku terasa kelu dengan derita yang mendera,
kutahan derita malam ini sambil menghitung bintang.
Cinta membuat hati terasa terpotong-potong.
Jika di sana ada bintang yang menghilang,
mataku berpendar mencari bintang yang datang.
Kalau memang kau pilihkan aku, tunggu sampai aku datang…

Ku awali hariku dengan tasbih, tahmid, dan shalawat.
Dan mendo’akanmu agar kau selalu sehat, bahagia,
dan mendapat yang terbaik dari-Nya.
Aku tak pernah berharap, kau ‘kan merindukan keberadaanku yang menyedihkan ini.
Hanya dengan rasa rinduku padamu, kupertahankan hidup.
Maka hanya dengan mengikuti jejak-jejak hatimu, ada arti kutelusuri hidup ini.
Mungkin kau tak pernah sadar betapa mudahnya kau ‘tuk dikagumi.
Akulah orang yang ‘kan selalu mengagumi, mengawasi, menjaga, dan mencintaimu.

Ukhtiku...
Saat ini ku hanya bisa mengagumimu,
hanya bisa merindukanmu.
Dan tetaplah berharap, terus berharap.
Berharap aku ‘kan segera datang.
Jangan pernah berhenti berharap,
Karena harapan-harapanlah yang membuat kita tetap hidup.
Bila kau jadi istriku kelak,
jangan pernah berhenti memilikiku,
dan mencintaiku hingga ujung waktu.
Tunjukkan padaku kau ‘kan selalu mencintaiku.
Hanya engkau yang aku harap.
Telah lama kuharap hadirmu di sini.
Meski sulit, harus kudapatkan.
Jika tidak kudapat di dunia...
‘kan kukejar sang Ainul Mardhiyah yang menanti di surga.

Ku akui cintaku tak hanya hinggap di satu tempat,
aku takut mungkin diriku terlalu liar bagimu.
Namun sejujurnya, semua itu hanyalah persinggahan egoku,
pelarian perasaanku.
dan sikapmu telah meluluhkan jiwaku.
Waktu pun terus berlalu dan aku kian mengerti…
Apa yang akan ku hadapi.
Dan apa yang harus kucari dalam hidup.

Kurangkai sebuah tulisan sederhana ini,
untuk dirimu yang selalu bijaksana.
Aku goreskan syair sederhana ini,
untuk dirimu yang selalu mempesona.
Memahamiku dan mencintaiku apa adanya.
Semoga Allah kekalkan nikmat ini bagiku dan bagimu.
Semoga...

Kau terindah di antara bunga yang pernah aku miliki dahulu.
Kau teranggun di antara dewi yang pernah aku temui dahulu.
Kau berikan tanda penuh arti yang tak bisa aku mengerti.
Kau bentangkan jalan penuh duri yang tak bisa aku lewati.
Begitu indah kau tercipta bagi Adam.
Begitu anggun kau terlahir sebagai Hawa.

****

Begitu lah salah satu tulisan yang pernah dibuat oleh si ikhwan telenovela. Siapakah orangnya kalau dia akhwat yang nggak kelepek-kelepek baca tulisan kayak gini? Lalu apakah ini adalah tulisan saya sendiri? Hahahaha.... selamat deh buat yang sudah menebak seperti itu, karena jawabannya SALAH, pemirsa!

Bukan saya yang nulis ini. Entah siapa...?
Saya temukan tulisan ini di harddisk laptop saya. Nggak inget juga kapan nyomotnya dan darimana sumbernya. Tapi kalau dilihat dari filenya dibuat sih sekitar tahun 2006. Sudah 3 tahun yang lalu ya berarti.

Dulu sih waktu saya baca ini lumayan jadi terinspirasi juga. Kesannya keren... romantic-romantic gimanaaa gitu... hehehe...
Tapi setelah dipikir-pikir, kok kayaknya nggak banget yak?! Saya nggak suka bukan berarti saya sok nggak romantis atau bahkan frigid lho. Soalnya kemarin ada seorang teman yang nanya, "apakah ikhwan itu gak pernah jatuh cinta?"
Waduh... ya saya jawab saja, "Bohong besar lah itu. Buktinya saya juga pernah jatuh cinta." Patut dipertanyakan kenormalannya kalau ada orang yang seperti itu (tidak pernah merasa jatuh cinta). Jujur saja, saya sendiri dulu pernah bikin tulisan serupa kayak tulisan di atas untuk seorang akhwat. Dulu... itu waktu saya masih jadi ikhwan bakwan, alias ikhwan jadi-jadian. Suka TePe TePe juga sama yang namanya akhwat.  Tapi sekali lagi, itu dulu... Dan sekarang sudah tobat! Taubatan nasuha! Mengakui kesalahan dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak kembali mengulang kesalahan yang sama. (fiuhh... maafkan saya sekali lagi ya Allah...)

Setelah saya renungi, sepertinya sangat tidak elok jika seorang ikhwan bikin tulisan kayak gitu dan dikirimkan atau ditujukan untuk seorang akhwat idamannya. Entah siapa pun itu, selama memang belum ada ikatan pernikahan di antara mereka. Walaupun tulisan di atas terkesan indah, mengandung bahasa dan kalimat-kalimat agama, tapi.... ya tetap saja kurang pantas. Rasanya itu semua baru akan menjadi pantas jika diperuntukkan seorang akhwat yang telah resmi mengikat janji setia dengan kita, alias istri kita. Itu sih jangankan bikin puisi seperti di atas, berbuat seromantis dan semelankholis apa pun untuknya itu menjadi nilai ibadah. Luar biasa bukan? Makanya... ayo menikah! Loh... (o.O)' hahahaha... (nyuruh-nyuruh menikah padahal sendirinya belum). Tapi ya sudahlah... biarkan Allah menjalankan skenario-Nya sendiri, saya hanya bisa berusaha untuk menjemputnya.

20 komentar:

  1. hoooo....so sweet *preeett*
    ikhwan begono mah mending dimuseumkan aja.
    mellow? hush hush hush!!!!

    BalasHapus
  2. awasss... jangan salah sangka!!!
    baca sampe abis! karena di paragraf akhirnya (di bawah tanda bintang) ada klarifikasinya... hehehe..

    BalasHapus
  3. Ooowwhhh...hohohoho....bukan sampeyan tho?? yo wez, moga dijauhkan sejauh2nya dari virus MELLy goesLOW....aamiin
    beuh, anak KORSAD yah? heheh piisss

    BalasHapus
  4. hahaha.... tuh kan gak sampe abis bacanya!
    bukan saya yg bikin ini...

    BalasHapus
  5. hadooohh *jedot2in kepala ke kasur*
    tauk ah!! :D

    BalasHapus
  6. jiah... ke batako donk biar keren!
    qeqeqe.... ^^v

    BalasHapus
  7. kepala ane hancur tanggung jawab lhoo!!

    BalasHapus
  8. no comment ah, ! aku rasa ni ikhwan (walau bisa jadi akhwat yg nulis ) kan anonymous ..intinya saling menasehati aja kali...hehehe

    BalasHapus
  9. baca sampe abis kan mbak?
    jangan gak sampe abis lho! soalnya nanti jadi salah faham neh... hehehe..

    BalasHapus
  10. baca sampe abis kan mbak?
    jangan gak sampe abis lho! soalnya nanti jadi salah faham neh... hehehe..

    BalasHapus
  11. ya ampun akang..gak nyangka!*pura2 ga baca ampe abis..hehe

    BalasHapus
  12. hahahahaha...*first time i read this Blog..
    Hmmm....*lama2 mikir juga..
    Boleh2...*mikir nya udah gak jelas..:P

    BalasHapus
  13. udah baca smp abis,maka nya ketawa..:D

    BalasHapus
  14. maap ye eike nggak klepek2 tuh bacanya :-P

    BalasHapus
  15. terlalu metal (melow total) suruh ke laut ajee :-P

    BalasHapus
  16. Hahaha. Sekalian aja bikin kisah Ikhwan Sinetron ...

    dari Season 1 s.d Season Ramadhan. He2.

    BalasHapus
  17. yang bikin suratnya fans sama S07,
    ngambil liriknya engga bilang bilang tuh

    kebanyakan bermimpi, mending urus diri sendiri aja dulu,
    ikhwan yang baik, untuk akhwat yang baik, begitu janji Allah

    dan jika semakin banyak akhwat yang baik (adlam menjaga diri)
    insyaa Allah akan semakin banyak juga ikhwan yang baik
    *heu, menyemangati diri supaya bisa jaga diri baik-baik*

    BalasHapus
  18. hahaha.. *udah baca tulisan ma komen2nya,lucu!*
    mari berlindung kepada Allah dari fitnah.. :) dan jaga diri baik baik.. :D

    BalasHapus