Senin, 25 Oktober 2010

hampir 100.000. Visitor counternya udah gak muat! (˘o˘")>

Tinggalkan Karier Anda dan Jadilah Seorang Ibu Rumah Tangga

Ternyata inspirasi bukan lah sebuah hal yang sulit dicari, bahkan seorang dosen pun dapat membuat cerita yang begitu menginspirasi

kami...

 

Waktu itu, datang seorang mahasiswi kepada seorang dosen, dia menghampirinya dengan wajah yang muram, kemudian berkata, "Pak,

beasiswa Program Magister dan Doktor saya lolos".

 

Hanya itu saja kata-kata yang keluar dari mulutnya, tanpa diikuti ekspresi apapun dari wajahnya... mengingat di luar sana berjuta - juta orang memimpikan pencapaian ini.

 

Sang dosen tertegun, kemudia dia berkata, "Bagus donk dek, kamu bisa bikin bangga banyak orang, dan itu merupakan jalan hidup yang sangat baik. Lalu apa yang membuat kamu terlihat bimbang dek."

 

Akhirnya mahasiswi itu bercerita kepada sang dosen. "Pak, sekolah hingga S2 dan S3 merupakan cita-cita saya sejak kecil, ini adalah mimpi saya, tidak terbayangkan rasa bahagia saya saat memperoleh surat penerimaan beasiswa ini.... Tapi pak, saya ini akhwat, saya wanita, dan saya bahagia dengan keadaan ini.. Saya tidak memiliki ambisi besar, saya hanya senang belajar dan menemukan hal baru, tidak lebih.. Saya akan dengan sangat ikhlas jika saya menikah dan suami saya menyuruh saya untuk menjadi ibu rumah tangga.. Lalu, dengan semua keadaan ini, apa saya masih harus sekolah?? saya takut itu semua menjadi mubazir, karena mungkin ada hal lain yang lebih baik untuk saya jalani."

 

Pak dosen pun terdiam, semua cerita mahasiswinya adalah logika ringan yang sangat masuk akal, dan dia tidak bisa disalahkan dengan pikirannya... Dosen itu pun berfikir, memejamkan mata, menunggu Allah SWT membuka hatinya, memasukkan jawaban dari pertanyaan indah ini...

 

Dan jawaban itu datang kepadanya, masuk ke dalam ide nya.... Pak dosen berkata seperti ini kepada mahasiswinya.. "Dek, sekarang

bertanyalah kepada hati kecil mu, apa dia masih menginginkan dirimu untuk melanjutkan pendidikan ini hingga puncak nanti.." ..

 

Sang mahasiswi bingung, dia menunduk , air mata turun dari kedua matanya, seakan dia merasakan konflik hati yang sangat besar ... yang saling ingin meniadakan..

 

Dosen itu melanjutkan nasehatnya.. "Dek, saya ingin bertanya kepadamu, kapan pertama kali engkau berhadapan dengan seorang S3 dan mendapat ilmu darinya?"

 

"Sejak saya kuliah di ITB , Pak." Jawab sang gadis.

 

Kemudian dosen itu melanjutkan ,"Ya dek, betul, saya pun demikian, saya baru diajar oleh seorang lulusan S3 semenjak saya kuliah di kampus ini.. Tapi dek, coba adek fikirkan, bahwa saat engkau memiliki anak, maka orang pertama yang akan menyapih rambut anakmu adalah seorang lulusan S3. Orang yang pertama mengajaknya berjalan adalah seorang ilmuwan tinggi, dan sejak dia mulai membaca, dia akan dibimbing dan dijaga oleh seorang Doktor. Itulah peranmu sebagai ibu nanti, apakah engkau bisa membayangkan betapa beruntungnya anak manusia yang akan kau lahirkan nanti."

 

itulah jawaban Allah SWT melalui pak dosen.... Mahasiswi itu tersadar dari konflik panjangnya, dan ia tersenyum bahagia, sangat bahagia, air matanya menjadi air mata haru, dan ia berdiri, mengucapkan terima kasih nya kepada sang dosen, dan berkata ,

 

"Pak, terima kasih, akan saya lanjutkan pendidikan ini hingga tidak satupun puncak lagi yang menghalangi saya."

 

Betapa hidup itu sangat berarti, dan jadikan ia bermakna.. Bukan uang yang nanti akan membuatmu bahagia, tetapi rasa syukur mu lah yang akan menjadi kebahagiaan yang hakiki,.


*) Berdasarkan cerita dari Dr. Hermawan Dipojono. Lecturer of Physics Engineering, ITB.

Minggu, 17 Oktober 2010

Mengenal Orang Prancis si Asterix

Prancis... oh Prancis, sudah lumayan lama juga saya ada di tempat Napoleon Bonaparte dibesarkan ini. Walau belum genap satu tahun tapi sudah cukup memberikan kesan. Sayangnya, sekian lama berada di sini, ini baru lah tulisan kedua yang saya tulis tentang Prancis di blog ini. Kalau bukan karena tuntutat profesi pekerjaan untuk meningkatkan level pendidikan, tentulah saya tidak berada di sini. Huah... banyak unek-unek yang ingin ditumpahkan. Ada yang menyenangkan, tapi banyak juga yang tidak mengenakkan.

Hmmm... Baiklah, kita mulai saja ceritanya. Pertama mari kita bercerita tentang orang Prancis. Masalah paling besar yang saya alami adalah beradaptasi dengan orang-orang di sekitar. Kenyataannya, mereka (orang Prancis) diibaratkan "bukan ikan dan bukan juga burung", bukan Latin ataupun Anglo-Saxon. Maksudnya? Yah intinya mereka merupakan perpaduan dari banyak budaya. Dari bangsa Latin mereka mewarisi keromantisan, sebagian ciri wajah, agama, kecintaan akan intrik, serta kecenderungan untuk korupsi dan melanggar hukum. Dari bangsa Anglo-Saxon mereka mewarisi sebagian ciri wajah, sebagian besar budaya, dan kepandaian berdagang yang sayangnya dihambat oleh naluri untuk memperdebatkan segala hal.

Pernah nonton film Asterix and Obelix kan? Baik yang kartun ataupun yang drama sama saja. Kalau kita coba perhatikan, karakter Asterix itu sama persis dengan orang Prancis kebanyakan! Kemiripan dengan kelucuan Asterix si Orang Galia dan temannya Obelix tidak hanya bersifat sementara dan direka-reka; orang Prancis malah sangat mencintai tokoh kartun yang sangat mencerminkan sifat mereka dulu dan sekarang ini.

Orang Prancis sangat yakin akan sebuah ungkapan "L'exception francaise", artinya pengecualian orang Prancis dalam politik dan budaya. Mereka sungguh-sungguh percaya bahwa mereka memiliki sesuatu yang diajarkan kepada dunia, tanpa harus belajar apa pun. Kira-kira sifat apa yang paling pantas disandang mereka dari sikap tersebut di atas? Ya... tentu saja sombong! Orang Prancis sering sekali menunjukkan sikap sombong yang bisa membuat jengkel orang asing (saya salah satunya).

Orang Prancis juga malas belajar Bahasa Inggris. Awalnya saya kira alasannya karena jiwa nasionalisme yang begitu tinggi. Tapi setelah diamati lebih dalam, ternyata alasannya bukan hanya sekedar itu. Bermula dari perasaan "dijadikan korban" dan serangan terus-menerus dari negara-negara berbahasa Inggris dengan bahasa mereka yang mendunia. Orang Prancis merasa berhak mengeluh bahwa bahasa Inggris terlalu dominan sebagai bahasa dunia. Tapi mereka juga tidak menyampaikan argumen yang meyakinkan bahwa bahasa Prancis layak menggantikan dominansi bahasa Inggris.

Mungkin perlu kita ketahui juga alasan mengapa kira-kira mereka bersikap sombong terhadap orang asing. Hal ini sebenarnya dikarenakan rasa takut mereka terhadap orang-orang asing yang ada di Prancis. Orang Prancis itu perfeksionis, mereka sangat jaim dan tidak mau bertindak bodoh di hadapan orang asing. Saya pernah baca sebuah polling di surat kabar Prancis tentang pendapat mereka tentang perbandingan jumlah orang Prancis dan orang asing di negaranya. Ternyata 60 % penduduk Prancis menganggap jumlah orang asing di Prancis terlalu banyak, sedangkan 40 % nya menganggap dirinya sedikit rasialis.

Nah, jelas kan, kalau mereka juga bersikap rasialis. Bagaimana kita bisa mengajak mentalitas seperti itu untuk berpikir logis? Jawabannya: Kita tidak bisa. Kita harus menghadapi orang Prancis dengan tenang, mempertimbangkannya dengan saksama, dan mencoba lebih peka. Orang Prancis butuh waktu yang sangat lama untuk mengenal dan menerima pendatang baru, baik sesama Prancis ataupun orang asing.

Mencari orang "biasa" di Prancis sama tidak mudahnya dengan di negara lain. Mereka umumnya bersifat kolot dan meyakini kuat nilai-nilai "tradisional" keluarga, rumah, dan negara makmur yang melindungi serta murah hati pada rakyatnya. Orang Prancis biasanya sangat tertutup dan tidak ingin mengungkapkan diri melebihi yang diperlukan. Kehidupan pribadi adalah kehidupan pribadi, dan gaya hidup serta hubungan tidak dipandang sebagai topik diskusi umum.

Orang Prancis sangat individualis. Mereka menghindari aktivitas organisasi dan hanya sibuk memikirkan urusan pribadi. Orang Prancis menyebut prinsip ini dengan "Chacun pour soi, atau versi yang lebih populer disebut Chacun defend son bifteck", yang terjemahan bebasnya "setiap orang memikirkan dirinya sendiri". Sisi negatif sifat orang Prancis yang sering mengejutkan orang asing adalah sikap mereka yang tidak toleran, khususnya terhadap metode atau cara berpikir non-Prancis. Patriotisme mereka sulit sekali dibedakan dengan sikap membenci non-Prancis, sikap merendahkan orang asing.
Mengkritik dan mengeluh merupakan hobi tingkat nasional, dan mereka mahir menghakimi peristiwa yang sudah terjadi.

Tapi sebenarnya di balik sifat negatif mereka, banyak juga sifat positifnya. Semangat orang Prancis dalam memperjuangkan gagasannya patut diacungi jempol. Bakat hebat yang mendadak muncul entah dari mana dalam bidang bisnis, olahraga, ataupun seni, membuat orang Prancis dikagumi dan disenangi. Meskipun adakalanya sikap individualis menjadi kekurangan terbesar mereka, difat ini juga menjadi kelebihan terbesar mereka dalam memberikan warna Prancis sejati di tengah standardisasi yang semakin menguat dalam Uni Eropa. Kesimpulannya, meskipun orang Prancis terkesan sombong, mereka sebenarnya menyambut baik orang asing yang berusaha berbicara kepada mereka dalam Bahasa Prancis dan berusaha memahami budaya Prancis.