Tampilkan postingan dengan label renungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label renungan. Tampilkan semua postingan

Senin, 25 Oktober 2010

Tinggalkan Karier Anda dan Jadilah Seorang Ibu Rumah Tangga

Ternyata inspirasi bukan lah sebuah hal yang sulit dicari, bahkan seorang dosen pun dapat membuat cerita yang begitu menginspirasi

kami...

 

Waktu itu, datang seorang mahasiswi kepada seorang dosen, dia menghampirinya dengan wajah yang muram, kemudian berkata, "Pak,

beasiswa Program Magister dan Doktor saya lolos".

 

Hanya itu saja kata-kata yang keluar dari mulutnya, tanpa diikuti ekspresi apapun dari wajahnya... mengingat di luar sana berjuta - juta orang memimpikan pencapaian ini.

 

Sang dosen tertegun, kemudia dia berkata, "Bagus donk dek, kamu bisa bikin bangga banyak orang, dan itu merupakan jalan hidup yang sangat baik. Lalu apa yang membuat kamu terlihat bimbang dek."

 

Akhirnya mahasiswi itu bercerita kepada sang dosen. "Pak, sekolah hingga S2 dan S3 merupakan cita-cita saya sejak kecil, ini adalah mimpi saya, tidak terbayangkan rasa bahagia saya saat memperoleh surat penerimaan beasiswa ini.... Tapi pak, saya ini akhwat, saya wanita, dan saya bahagia dengan keadaan ini.. Saya tidak memiliki ambisi besar, saya hanya senang belajar dan menemukan hal baru, tidak lebih.. Saya akan dengan sangat ikhlas jika saya menikah dan suami saya menyuruh saya untuk menjadi ibu rumah tangga.. Lalu, dengan semua keadaan ini, apa saya masih harus sekolah?? saya takut itu semua menjadi mubazir, karena mungkin ada hal lain yang lebih baik untuk saya jalani."

 

Pak dosen pun terdiam, semua cerita mahasiswinya adalah logika ringan yang sangat masuk akal, dan dia tidak bisa disalahkan dengan pikirannya... Dosen itu pun berfikir, memejamkan mata, menunggu Allah SWT membuka hatinya, memasukkan jawaban dari pertanyaan indah ini...

 

Dan jawaban itu datang kepadanya, masuk ke dalam ide nya.... Pak dosen berkata seperti ini kepada mahasiswinya.. "Dek, sekarang

bertanyalah kepada hati kecil mu, apa dia masih menginginkan dirimu untuk melanjutkan pendidikan ini hingga puncak nanti.." ..

 

Sang mahasiswi bingung, dia menunduk , air mata turun dari kedua matanya, seakan dia merasakan konflik hati yang sangat besar ... yang saling ingin meniadakan..

 

Dosen itu melanjutkan nasehatnya.. "Dek, saya ingin bertanya kepadamu, kapan pertama kali engkau berhadapan dengan seorang S3 dan mendapat ilmu darinya?"

 

"Sejak saya kuliah di ITB , Pak." Jawab sang gadis.

 

Kemudian dosen itu melanjutkan ,"Ya dek, betul, saya pun demikian, saya baru diajar oleh seorang lulusan S3 semenjak saya kuliah di kampus ini.. Tapi dek, coba adek fikirkan, bahwa saat engkau memiliki anak, maka orang pertama yang akan menyapih rambut anakmu adalah seorang lulusan S3. Orang yang pertama mengajaknya berjalan adalah seorang ilmuwan tinggi, dan sejak dia mulai membaca, dia akan dibimbing dan dijaga oleh seorang Doktor. Itulah peranmu sebagai ibu nanti, apakah engkau bisa membayangkan betapa beruntungnya anak manusia yang akan kau lahirkan nanti."

 

itulah jawaban Allah SWT melalui pak dosen.... Mahasiswi itu tersadar dari konflik panjangnya, dan ia tersenyum bahagia, sangat bahagia, air matanya menjadi air mata haru, dan ia berdiri, mengucapkan terima kasih nya kepada sang dosen, dan berkata ,

 

"Pak, terima kasih, akan saya lanjutkan pendidikan ini hingga tidak satupun puncak lagi yang menghalangi saya."

 

Betapa hidup itu sangat berarti, dan jadikan ia bermakna.. Bukan uang yang nanti akan membuatmu bahagia, tetapi rasa syukur mu lah yang akan menjadi kebahagiaan yang hakiki,.


*) Berdasarkan cerita dari Dr. Hermawan Dipojono. Lecturer of Physics Engineering, ITB.

Jumat, 19 Februari 2010

Berani Kaya, Berharap Masuk Surga

Berdasarkan Al-Quran dan Hadits, harta merupakan sesuatu yang baik. Namun karena salah penafsiran, sebagian umat Islam cenderung menjauhinya. Banyak ayat Al-Quran yang menuturkan hal tersebut. Di antaranya ayat, "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu (QS Al-Baqarah 172). Rasulullah pun sering mendorong para sahabat untuk mendapatkan rezeki yang halal, bahkan beliau sendiri mencontohkan dengan berbisnis sejak umur 12 tahun hingga 37 tahun. Maka, berdasarkan Al-Quran dan Hadits tidak seharusnya kita menjauhi harta. Bila menjauhinya, berarti bertentangan dengan dua pandangan agama Islam.

Lalu kenapa masih ada orang yang seolah mengharamkan kekayaan? Sebab ada penafsian/pemahaman yang salah terhadap konsep dalam Islam dan terhadap kehidupan Rasulullah SAW sendiri. Sementara ini Rasul dipersepsikan hidup sederhana (kalau tidak mau dikatakan miskin). Ini memang bagian etape kehidupan beliau, tapi yang perlu kita perhatikan juga ada etape dimana beliau adalah Rasul yang kaya raya. Karena selain memiliki sumber income dari Baitul Maal, yang sangat besar, beliau juga mempunyai harta dari banyak sumber. Mungkin kita akan terkejut bila mengkaji nilai harta Rasulullah bila dikurskan dengan nilai uang sekarang. Orang yang mengatakan Rasul miskin, mungkin juga tidak pernah mengeksplor bagaimana beliau berdagang, menjadi saudagar sukses dengan jiwa entrepreneurship yang tinggi. Nah, etape miskin dan kaya ini memang tak lepas dari profilnya sebagai Rasul yang harus memberi teladan kepada umatnya. Bagaimana harus bekerja keras, bersedekah, mensyukuri nikmat, dan lainnya.

Sebagian ulama juga ada yang menganjurkan untuk menjauhi dunia dan selalu qona'ah sebagai kesempurnaan beragama. Menjauhi duniawi, dengan memfokuskan diri pada akhirat disebut "zuhud". Sehingga kita harus hidup sangat sederhana, kalau perlu pas-pasan, hanya memenuhi apa yang kita butuhkan saja. Pengertian kesederhanaan itu benar, tetapi jika zuhud ditafsirkan kita tidak boleh kaya mungkin tidak tepat. Islam sama sekali tidak pernah menyuruh orang untuk miskin, dan Islam tidak pernah sama sekali melarang orang untuk kaya. Yang ada adalah menyuruh orang untuk kaya secara halal dan melarang orang untuk miskin, karena miskin, keimanan kita bisa tergadai. Zuhud yang benar adalah bukan terkait dengan jumlah uang/harta, tetapi sikap kita terhadap uang/harta dan cara memperolehnya. Sehingga orang berzuhud harus mampu mengontrol uang atau hartanya agar tidak sampai masuk ke dalam hati, dalam arti mengganggu cinta kita kepada Allah dan ibadah kita. Tapi, kalau zuhud diartikan harus menjauhi dunia, sampai kapan pun kita tidak akan pernah bisa, karena justru kita sendiri adalah bagian dari dunia itu. Kita hidup di dunia, dan kita disuruh menjadi pemakmur dunia.

Lalu bagaimana dengan makna qona'ah yang sebenarnya? Sesungguhnya qona'ah merupakan posisi dimanapun tingkat kekayaan kita berada, kita harus ridlo dengan pembagian Allah itu. Umpamanya kita dapat dua juta, alhamdulillah saya ridlo dengannya, tidak ngedumel apalagi ngomel kenapa cuma dikasih 2 juta ya? Saya qona'ah dengan pemberian Allah, tetapi itu tidak berarti kita harus berhenti di situ! Kesalahpahaman sekarang, qona'ah diartikan kalau sampai pada suatu posisi, tingkat kekayaan tertentu, maka kita harus berhenti. Seharusnya kita mengucapkan alhamdulillah saya dapat 2 juta, tapi saya harus bismillah untuk ke 4 juta. Setelah sampai 4 juta saya alhamdulillah, tapi saya harus bismillah lagi untuk sampai ke 7 juta, demikian seterusnya. Berarti kita tidak ngoyo dalam pengertian yang positif. Bisa Anda bayangkan, jika kita bersyukur pada empat, lalu naik ke tujuh, berarti kan ekonominya dinamis. Sebagai hamba yang masih ada tenaga, masih sehat, waktu masih ada, kenapa kita harus diam? Justru jika kita diam, berarti kita tidak bersyukur atas potensi yang Allah berikan.

Kemudian konsep sabar juga sering sekali disalahtafsirkan. "Sabar" selalu terkait dengan kondisi spiritual. Ada tiga jenis sabar: sabar dalam takwa, sabar dalam menjauhi maksiat, dan sabar dalam musibah. Di luar itu masih ada lagi, sabar dalam kemiskinan. Sabar dalam kemiskinan biasanya diartikan bahwa dunia ini seperti surganya orang kafir dan penjaranya kaum muslimin. Sehingga kita harus sabar dengan keadaan seperti ini. Pengertian seperti itu jelas saja salah. Justru sabar itu harus diartikan sebagai suatu kemampuan untuk bertahan, kemampuan kita untuk kepanaran saat berjualan, kemampuan untuk tetap optimis ketika melakukan marketing, sabar mencek produk kita agar kualitasnya terjamin. Sabar harus dijadikan energi untuk maju, energi untuk meningkatkan kualitas, energi untuk mengoptimalkan produktifitas kita, bukan sebagai kekalahan.

Ada juga yang beranggapan, kalau kita kaya dengan harta yang melimpah, bukankah kita nanti bisa dicap sebagai orang yang cinta dunia (hubbu dunya). Saya pun pernah dicap oleh beberapa orang seperti itu. Mohon maaf, tanpa mengurangi rasa hormat saya pada mereka yang telah berprasangka seperti itu kepada saya, harus saya katakan bahwa ternyata 99% dari mereka adalah justru orang-orang yang secara finansial memang berada di bawah saya. Jadi dari sana saya beranggapan, bahwa sebenarnya kondisi keterbatasan finansial yang berlaku pada mereka, juga sifat berprasangka buruk yang mereka lakukan justru sebenarnya disebabkan oleh pola pikir mereka sendiri. Diri mereka sendiri dan pemikiran mereka sendiri yang akhirnya malah memiskinkan diri mereka. Sehingga sebagai pelampiasan, mereka hanya bisa menuduh yang tidak-tidak kepada orang-orang yang memiliki potensi untuk bisa memiliki kelebihan daripada mereka.
 
Kalau saya justru beranggapan bahwa sifat hubbu dunya justru memang sifat alamiah manusia. Jadi kalau kita tidak cinta kepada dunia, berarti kita melawan kodrat. Siapa sih yang tidak cinta pada rumahnya, mobilnya, anaknya, istri, mereka juga bagian dari dunia. Mencintai dunia tidak salah, yang salah ada dua hal. Pertama, bila kita mendapatkannya tidak secara syar'iah. Kedua, hubbu dunya yang menjadikan kita lupa kepada Allah. Tetapi jika dengan harta ini justru kita mampu membayar zakat, bisa memberi wakaf, membangun pondok yatim piatu, memberantas buta huruf Al-Quran, ini kan bagus? Kita sholat di masjid seolah gratis, padahal masjid bisa berdiri tentu harus ada orang yang wakaf tanah. Nah, semuanya perlu uang kan?

Harta harus dilihat sebagai suatu instrumen pembangunan generasi, sebagai suatu infrastruktur pembangunan bangsa. Bila kita bayar pajak atau bayar zakat, akan menjadi jembatan, jalan-jalan, masjid, pompa air, sekolah, membuka lapangan pekerjaan, yang pada akhirnya dapat mengurangi kemiskinan. Kalau orang miskin, tidak ada biaya untuk sekolah sehingga hanya bisa sekolah kalau dapat beasiswa. Orang miskin tidak bisa beli obat, kecuali dapat subsidi. Orang miskin pasti keterampilannya terbatas, karena tidak bisa bayar training, tidak bisa datang ke seminar, tidak bisa beli buku banyak-banyak. Jadi kalau satu generasi sudah miskin, maka dia akan bodoh dan tidak terampil, akhirnya generasi penerusnya akan miskin lagi. Walah... apakah tidak berbahaya tuh!

Rabu, 27 Januari 2010

Surat Cinta dari Manusia-Manusia Malam

Kami tujukan kepada: Insan yang tersia-sia malamnya...
 
Wahai orang-orang yang terpejam matanya, Perkenankanlah kami, manusia-manusia malam menuliskan sebuah surat cinta kepadamu. Seperti halnya cinta kami pada waktu malam-malam yang kami rajut di sepertiga terakhir. Atau seperti cinta kami pada keagungan dan rahasianya yang penuh pesona. Kami tahu dirimu bersusah payah lepas tengah hari berharap intan dan mutiara dunia. Namun kami tak perlu bersusah payah, sebab malam-malam kami berhiaskan intan dan mutiara dari surga.

Wahai orang-orang yang terlelap, Sungguh nikmat malam-malammu. Gelapnya yang pekat membuat matamu tak mampu melihat energi cahaya yang tersembunyi di baliknya. Sunyi senyapnya membuat dirimu hanyut tak menghiraukan seruan cinta. Dinginnya yang merasuk semakin membuat dirimu terlena,menikmati tidurmu di atas pembaringan yang empuk, bermesraan dengan bantal dan gulingmu, bergeliat manja di balik selimutmu yang demikian hangatnya. Aduhai kau sangat menikmatinya.

Wahai orang-orang yang terlena, Ketahuilah, kami tidak seperti dirimu! Yang setiap malam terpejam matanya, yang terlelap pulas tak terkira. Atau yang terlena oleh suasananya yang begitu menggoda. Kami tidak seperti dirimu! Kami adalah para perindu kamar di surga. Tak pernahkah kau dengar Sang Insan Kamil, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya di surga itu ada kamar yang sisi luarnya terlihat dari dalam dan sisi dalamnya terlihat dari luar. Disediakan untuk mereka yang memberi makan orang-orang yang memerlukannya, menyebarkan salam serta mendirikan sholat pada saat manusia terlelap dalam tidur malam." Sudahkah kau dengar tadi? Ya, sebuah kamar yang menakjubkan untuk kami dan orang-orang yang mendirikan sholat pada saat manusia-manusia yang lain tertutup mata dan hatinya.

Wahai orang-orang yang keluarganya hampa cinta, Kau pasti pernah mendengar namaku disebut. Aku Abu Hurairah, Periwayat Hadits. Kerinduanku akan sepertiga malam adalah hal yang tak terperi. Penghujung malam adalah kenikmatanku terbesar. Tapi tahukah kau? Kenikmatan itu tidak serta merta kukecap sendiri. Kubagi malam-malamku yang penuh syahdu itu menjadi tiga. Satu untukku, satu untuk istriku tercinta dan satu lagi untuk pelayan yang aku kasihi. Jika salah satu dari kami selesai mendirikan sholat, maka kami bersegera membangunkan yang lain untuk menikmati bagiannya. Subhanallah, tak tergerakkah dirimu? Pedulikah kau pada keluargamu? Adakah kebaikan yang kau inginkan dari mereka? Sekedar untuk membangunkan orang-orang yang paling dekat denganmu, keluargamu?

Lain lagi dengan aku, Nuruddin Mahmud Zanki. Sejarah mencatatku sebagai Sang Penakluk kesombongan pasukan salib. Suatu kali seorang ulama tersohor Ibnu Katsir mengomentari diriku, katanya, "Nuruddin itu kecanduan sholat malam, banyak berpuasa dan berjihad dengan akidah yang benar." Kemenangan demi kemenangan aku raih bersama pasukanku. Bahkan pasukan musuh itu terlibat dalam sebuah perbincangan seru. Kata mereka, "Nuruddin Mahmud Zanki menang bukan karena pasukannya yang banyak. Tetapi lebih karena dia mempunyai rahasia bersama Tuhan". Aku tersenyum, mereka memang benar. Kemenangan yang kuraih adalah karena do'a dan sholat-sholat malamku yang penuh kekhusyu'an. Tahukah kau dengan orang yang selalu setia mendampingiku? Dialah Istriku tercinta, Khotun binti Atabik. Dia adalah istri shalehah di mataku, terlebih di mata Allah. Malam-malam kami adalah malam penuh kemesraan dalam bingkai Tuhan.

Gemerisik dedaunan dan desahan angin seakan menjadi pernak-pernik kami saat mendung di mata kami jatuh berderai dalam sujud kami yang panjang. Kuceritakan padamu suatu hari ada kejadian yang membuat belahan jiwaku itu tampak murung. Kutanyakan padanya apa gerangan yang membuatnya resah. Ya Allah, ternyata dia tertidur, tidak bangun pada malam itu, sehingga kehilangan kesempatan untuk beribadah. Astaghfirulloh, aku menyesal telah membuat dia kecewa. Segera setelah peristiwa itu kubayar saja penyesalanku dengan mengangkat seorang pegawai khusus untuknya. Pegawai itu kuperintahkan untuk menabuh genderang agar kami terbangun di sepertiga malamnya.

Wahai orang-orang yang terbuai, Kau pasti mengenalku dalam kisah pembebasan Al Aqso, rumah Allah yang diberkati. Akulah pengukir tinta emas itu, seorang Panglima Perang, Sholahuddin Al-Ayyubi. Orang-orang yang hidup di zamanku mengenalku tak lebih dari seorang Panglima yang selalu menjaga sholat berjama'ah. Kesenanganku adalah mendengarkan bacaan Al-qur'an yang indah dan syahdu. Malam-malamku adalah saat yang paling kutunggu. Saat-saat dimana aku bercengkerama dengan Tuhanku. Sedangkan siang hariku adalah perjuangan-perjuangan nyata, pengejawantahan cintaku pada-Nya.

Wahai orang-orang yang masih saja terlena, Pernahkah kau mendengar kisah penaklukan Konstantinopel? Akulah orang di balik penaklukan itu, Sultan Muhammad Al Fatih. Aku sangat lihai dalam memimpin bala tentaraku. Namun tahukah kau bahwa sehari sebelum penaklukan itu, aku telah memerintahkan kepada pasukanku untuk berpuasa pada siang harinya. Dan saat malam tiba, kami laksanakan sholat malam dan munajat penuh harap akan pertolongan-Nya. Jika Allah memberikan kematian kepada kami pada siang hari disaat kami berjuang, maka kesyahidan itulah harapan kami terbesar. Biarlah siang hari kami berada di ujung kematian, namun sebelum itu, di ujung malamnya Allah temukan kami berada dalam kehidupan. Kehidupan dengan menghidupi malam kami.

Wahai orang-orang yang gelap mata dan hatinya, Pernahkah kau dengar kisah Penduduk Basrah yang kekeringan? Mereka sangat merindukan air yang keluar dari celah-celah awan. Sebab terik matahari terasa sangat menyengat, padang pasir pun semakin kering dan tandus. Suatu hari mereka sepakat untuk mengadakan Sholat Istisqo yang langsung dipimpin oleh seorang ulama di masa itu. Ada wajah-wajah besar yang turut serta di sana, Malik bin Dinar, Atho' As-Sulami, Tsabit Al-Bunani. Sholat dimulai, dua rakaat pun usai. Harapan terbesar mereka adalah hujan-hujan yang penuh berkah. Namun waktu terus beranjak siang, matahari kian meninggi, tak ada tanda-tanda hujan akan turun. Mendung tak datang, langit membisu, tetap cerah dan biru. Dalam hati mereka bertanya-tanya, adakah dosa-dosa yang kami lakukan sehingga air hujan itu tertahan di langit? Padahal kami semua adalah orang-orang terbaik di negeri ini? Sholat demi sholat Istisqo didirikan, namun hujan tak kunjung datang.

Hingga suatu malam, Malik bin Dinar dan Tsabit Al Bunani terjaga di sebuah masjid. Saat malam itulah, aku, Maimun, seorang pelayan, berwajah kuyu, berkulit hitam dan berpakaian usang, datang ke masjid itu. Langkahku menuju mihrab, kuniatkan untuk sholat Istisqo sendirian, dua orang terpandang itu mengamati gerak gerikku. Setelah sholat, dengan penuh kekhusyu'an kutengadahkan tanganku ke langit, seraya berdo'a: "Tuhanku, betapa banyak hamba-hamba-Mu yang berkali-kali datang kepada-Mu memohon sesuatu yang sebenarnya tidak mengurangi sedikitpun kekuasaan-Mu. Apakah ini karena apa yang ada pada-Mu sudah habis? Ataukah perbendaharaan kekuasaan-Mu telah hilang? Tuhanku, aku bersumpah atas nama-Mu dengan kecintaan-Mu kepadaku agar Engkau berkenan memberi kami hujan secepatnya." Lalu apa gerangan yang terjadi? Angin langsung datang bergemuruh dengan cepat, mendung tebal di atas langit. Langit seakan runtuh mendengar do'a seorang pelayan ini. Do'aku dikabulkan oleh Tuhan, hujan turun dengan derasnya, membasahi bumi yang tandus yang sudah lama merindukannya.

Malik bin Dinar dan Tsabit Al Bunani pun terheran-heran dan kau pasti juga heran bukan? Aku, seorang budak miskin harta, yang hitam pekat, mungkin lebih pekat dari malam-malam yang kulalui. Hanya manusia biasa, tapi aku menjadi sangat luar biasa karena doaku yang makbul dan malam-malam yang kupenuhi dengan tangisan dan taqarrub pada-Nya.

Wahai orang-orang yang masih saja terpejam, Penghujung malam adalah detik-detik termahal bagiku, Imam Nawawi. Suatu hari muridku menanyakan kepadaku, bagaimana aku bisa menciptakan berbagai karya yang banyak? Kapan aku beristirahat, bagaimana aku mengatur tidurku? Lalu kujelaskan padanya, "Jika aku mengantuk, maka aku hentikan sholatku dan aku bersandar pada buku-bukuku sejenak. Selang beberapa waktu jika telah segar kembali, aku lanjutkan ibadahku." Aku tahu kau pasti berpikir bahwa hal ini sangat sulit dijangkau oleh akal sehatmu. Tapi lihatlah, aku telah melakukannya, dan sekarang kau bisa menikmati karya-karyaku.

Wahai orang-orang yang tergoda, Begitu kuatkah syetan mengikat tengkuk lehermu saat kau tertidur pulas? Ya, sangat kuat, tiga ikatan di tengkuk lehermu! Dia lalu menepuk setiap ikatan itu sambil berkata, "Hai manusia, Engkau masih punya malam panjang, karena itu tidurlah!". Hei, Sadarlah, sadarlah, jangan kau dengarkan dia, itu tipu muslihatnya! Syetan itu berbohong kepadamu. Maka bangunlah, bangkitlah, kerahkan kekuatanmu untuk menangkal godaannya. Sebutlah nama Allah, maka akan lepas ikatan yang pertama. Kemudian, berwudhulah, maka akan lepas ikatan yang kedua. Dan yang terakhir, sholatlah, sholat seperti kami, maka akan lepaslah semua ikatan-ikatan itu.

Wahai orang-orang yang masih terlelap, Masihkah kau menikmati malam-malammu dengan kepulasan? Masihkah? Adakah tergerak hatimu untuk bangkit, bersegera, mendekat kepada-Nya, bercengkerama dengan-Nya, memohon keampunan-Nya, meski hanya 2 rakaat? Tidakkah kau tahu, bahwa Allah turun ke langit bumi pada 1/3 malam yang pertama telah berlalu. Tidakkah kau tahu, bahwa Dia berkata, "Akulah Raja, Akulah Raja, siapa yang memohon kepada-Ku akan Kukabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku akan Kuberi, dan siapa yang memohon ampun kepada-Ku akan Ku ampuni. Dia terus berkata demikian, hingga fajar merekah.

Wahai orang-orang yang terbujuk rayu dunia, Bagi kami, manusia-manusia malam, dunia ini sungguh tak ada artinya. Malamlah yang memberi kami kehidupan sesungguhnya. Sebab malam bagi kami adalah malam-malam yang penuh cinta, sarat makna. Masihkah kau terlelap? Apakah kau menginginkan kehidupan sesungguhnya? Maka ikutilah jejak kami, manusia-manusia malam. Kelak kau akan temukan cahaya di sana, di waktu sepertiga malam. Namun jika kau masih ingin terlelap, menikmati tidurmu di atas pembaringan yang empuk, bermesraan dengan bantal dan gulingmu, bergeliat manja di balik selimutmu yang demikian hangatnya, maka surat cinta kami ini sungguh tak berarti apa-apa bagimu. Semoga Allah mempertemukan kita di sana, di surga-Nya, mendapati dirimu dan diri kami dalam kamar-kamar yang sisi luarnya terlihat dari dalam dan sisi dalamnya terlihat dari luar. Semoga...

*) Repost dari Bulletin Board Friendster, 4 tahun yang lalu...

Minggu, 13 Desember 2009

Mengubah Cemburu Menjadi Energi Positif

Cemburu, dalam bahasa Arab dikenal sebagai ghoirah dan dalam bahasa Inggris disebut jealousy. Menurut saya, kalaupun seseorang merasakan perasaan tersebut merupakan suatu gejala yang fitrah, wajar, dan alamiah dari seseorang sebagai rasa cinta, sayang, saling memiliki, melindungi (proteksi) dan peduli satu sama lain.

Membicarakan hal yang satu itu, membuat saya teringat kisah-kisah asmara dan romantisme kehidupan keluarga Rasulullah bersama istri-istrinya dahulu. Dikisahkan, istri Rasulullah, Aisyah Radiallahuan pun pernah merasa cemburu kepada suaminya. Dalam sebuah riwayat pernah diceritakan. Pada suatu malam Aisyah pernah ditinggal Rasulullah. Aisyah menyangka bahwa Rasul sedang pergi ke rumah istri beliau yang lain. Kemudian oleh Aisyah diselidiki. Setelah diselidiki, ternyata Rasulullah sedang ruku atau sujud sambil berdoa: "Maha suci Engkau dan Maha Terpuji Engkau, tiada sesembahan yang benar melainkan Engkau. Maka Aisyah pun berkata: "Sungguh-sungguh Anda (Rasul) dalam keadaan satu keadaan (ibadah), sedang saya dalam keadaan lain (digoda oleh rasa cemburu)." Riwayat hadits ini shahih lho, diriwayatkan oleh Muslim: I/351-352; Abdul Baqi, An-Nasi'i VII/72, ath-Thayalisi 1405 dan lainnya.

Ah... tapi tunggu dulu, bukankah itu adalah kisah kecemburuan seorang Aisyah kepada Rasulullah? Seorang lelaki mulia yang memang telah sah menjadi suaminya. Memang, ketika perasaan cemburu itu datang, ia tidak pernah memandang apakah itu terjadi di antara sepasang suami-istri atau bukan. Rasa cemburu bisa datang dan dialami siapapun. Bahkan saya pun pernah merasa cemburu dan merasa dicemburui. Namun terkadang saya juga suka merenung. Sering terlintas dalam benak saya beberapa hal terkait perasaan yang satu itu. Seperti misalnya, apakah memang layak seseorang merasa cemburu kepada orang lain, sementara belum ada ikatan pernikahan satu sama lain. Berkaca pada kisah Aisyah dan Rasulullah di atas, saya menganggap wajar jika Aisyah merasa cemburu terhadap Rasulullah, sebab bukankah beliau memang suaminya. Ketika seorang pria dan wanita saling berikrar setia dalam suatu ikatan pernikahan, dimana Allah telah menjadi saksinya, maka secara otomatis kedua belah pihak (suami dan istri) seakan telah secara resmi melakukan transformasi hak atau kewenangannya satu sama lain. Maksudnya, sang wanita telah memiliki hak atas sang pria karena telah menjadi istrinya. Begitu juga sebaliknya, sang pria memiliki hak atas sang wanita, karena telah menjadi suaminya. Sehingga keduanya layak untuk cemburu ketika ada suatu hal atau kewenangan yang merasa telah terlanggar atas salah satu atau keduanya.

Pikiran semacam itu terkadang muncul karena bagi saya, pada kenyataannya, cemburu tidak jarang telah mendapatkan stigma dan konotasi yang selalu negatif sebagai bentuk ekspresi dan refleksi yang tidak pada tempatnya, saling curiga, dan sebagainya. Terlebih jika itu terjadi pada orang yang memang belum memiliki hak atas orang yang ia cemburui.

Saya dapat mengerti, bahwa perasaan itu datang dikarenakan kondisi kejiwaan dan pikiran yang dipicu oleh beberapa faktor. Tapi dari sekian banyak faktor, biasanya faktor cinta dan rasa ketertarikan lah yang paling utama menjadi pemicu. Lalu kalau sudah terjadi seperti itu, lantas apakah dilarang dalam agama? Menurut saya tidak menjadi salah jika kecemburuan itu ditempatkan sesuai pada tempatnya. Tidak secara berlebihan atau bahkan malah akan merugikan pihak-pihak tertentu yang sebetulnya tidak terkait atau berkepentingan. Dalam sebuah buku yang pernah saya baca (saya lupa judulnya), ditulis oleh Imam Ibnul Qayyim, beliau menganjurkan kepada para muslimah untuk meniru karakteristik bidadari surga yang berhati suci. Sebagaimana disebutkan Allah dalam firman-Nya: “dan untuk mereka di dalamnya terdapat istri-istri yang suci.” (QS. Al Baqarah: 25). Yaitu dengan membangun kejiwaan yang bersih dari perasaan cemburu yang tidak pada tempatnya. Terlebih jika cemburu itu ditujukan pada seseorang yang belumlah menjadi halal baginya.

Namun, sebenarnya tidak semua cemburu itu membawa kesengsaraan dan tidak terpuji. Sebab rasa cemburu merupakan suatu potensi kejiwaan yang bila dipakai dan dikelola pada tempatnya secara wajar justru akan menjadi kontrol positif dan bukan menjadi sikap negatif yang tidak produktif. Wanita yang paling mulia dan yang paling luhur cita-citanya adalah mereka yang paling pencemburu pada tempatnya. Maka sifat seorang beriman yang cemburu (ghoyyur) pada tempatnya adalah sesuai dengan sifat yang dimiliki oleh Rabb-nya. Siapa yang mempunyai sifat menyerupai sifat-sifat Allah, maka sifat tersebut akan membawanya ke dalam perlindungan Allah dan mendekatkan diri seorang hamba kepada rahmat-Nya. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah itu memiliki sifat cemburu dan orang-orang beriman juga memilikinya. Adapun rasa cemburu Allah ialah ketika melihat seorang hamba yang mengaku dirinya beriman kepada-Nya melakukan sesuatu yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari dan Nasa’i).

Nah... jadi untuk mengubah rasa cemburu itu menjadi kumpulan energi positif, mengapa tidak kita ubah saja perspektif kecemburuan itu menjadi lebih luas, tidak terbatas hanya pada cemburu yang berlatarbelakang perasaan cinta lawan jenis semata. Sebab jika cara pandangnya sempit, hanya berkutat karena masalah cinta saja, biasanya itu cenderung akan membawa pada kemudharatan daripada manfaat. Tidak sedikit mereka yang merasakan cemburu kepada orang yang ia cintai, pada akhirnya malah membawanya kepada perasaan benci, iri, dan dengki pada pihak ketiga yang mungkin saja sebenarnya dia tidak tahu apa-apa duduk permasalahan yang sebenarnya. Misalnya, ada seorang pria cemburu kepada wanita yang ia cintai, sementara mereka berdua bukanlah pasangan suami-istri. Sang pria cemburu karena ia memiliki perasaan bahwa wanita pujaannya itu merasa lebih tertarik pada pria lain dibanding dirinya. Akhirnya sang pria yang cemburu itu pun malah menjadi benci, iri, dan dengki pada pria yang "dikagumi" oleh wanita yang ia cintai tadi. Sementara pria yang dikagumi oleh wanita tadi, sebenarnya tidak memiliki kepentingan apa pun dalam hubungan mereka berdua, bahkan tidak pernah tahu tentang perasaan "kagum" dari sang wanita tadi.

Yang jelas, ketika ada seseorang yang merasa kagum atas orang lain, tentulah itu dikarenakan orang tersebut memiliki nilai lebih. Entah apa pun itu, yang pasti ia memiliki banyak hal yang postif dan mungkin jarang atau tidak dimiliki oleh kebanyakan orang. Maka mengapa perasaan cemburu itu tidak kita arahkan saja agar menjadi penyemangat kita supaya lebih baik dari orang yang memiliki nilai lebih tersebut. Secara hubungan antar sesama manusia, tidak ada yang lebih berperan terhadap kualitas diri seseorang melainkan diri orang itu sendiri. Lingkungan, keluarga, teman-teman, atau orang-orang terdekat dalam hidup mungkin bisa menjadi pendorong, tetapi pada akhirnya tetap kita sendiri yang harus berbuat dan mengambil keputusan, bukan?

Ikhlas lah ketika kita tahu ada orang yang lebih bernilai dari kita. Lalu jangan menjadi pencemburu kalau hanya berhenti sampai jadi pencemburu semata. Akan tetapi segera sambut rasa cemburu tadi dengan usaha keras yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas diri kita. Membuat kita jadi lebih bernilai dari orang lain. Bersikaplah cemburu kepada sifat-sifat positif dari orang lain, bukan pada pribadi orangnya. Sebab, kalaupun rasa cemburu itu bermula dan akhirnya bermuara kepada sebuah perasaan yang bernama cinta, pada hakikatnya seseorang tentu ingin mendapat yang terbaik bagi dirinya. Namun keinginan itu tentunya juga harus diimbangi dengan upaya yang dapat menjadikan dirinya seberkualitas seperti orang yang ingin dia dapatkan itu. Sangatlah tidak adil ketika seseorang menginginkan yang terbaik bagi dirinya, sementara ia sendiri tidak pernah berusaha membuat dirinya menjadi yang terbaik.

Sabtu, 12 Desember 2009

Kamisama no Okurimono (Hidayah dari Tuhan)

Di masa-masa awal memasuki dunia kampus, hampir bisa dibilang tidak berhubungan sama sekali dengan sesuatu yang orang sebut sebagai "agama". Dan saat-saat pertama masuk kuliah pun saya masih selalu berpikir bahwa memang tidak ada urgensi (kepentingan) untuk mempunyai agama.

Pikiran itu berubah ketika saya masuk kuliah. Yakni ketika saya bergabung dengan klub pecinta alam. Saya berpikir, mungkin akan asyik bergabung dengan klub pecinta alam di universitas saya tersebut. Dalam klub ini banyak sekali mahasiswa luar negeri (antara lain dari Indonesia dan Thailand). Dan kebanyakan dari mahasiswa tersebut adalah pemeluk Islam (muslim). Akan tetapi hal itu tak mengubah penafsiran awal, bahwa memang tidak ada "kepentingan yang mendesak" untuk memeluk suatu agama bagi saya.

Dari anggota klub pecinta alam yang lain, saya banyak mengetahui tentang Islam dan kehidupan para muslim di sekitar saya. Saat itu saya tidak melihat agama Islam sebagai sebuah pilihan, akan tetapi saya berpikir bahwa semua agama itu sama. Begitulah, seperti sebelumnya saya tidak tertarik sama sekali menjadi anggota dari orang yang memeluk suatu agama. Banyak hal yang terdengar, dan saya hanya merespon ringan: "Oh begitu ya?" Tidak ada yang berbekas banyak di hati saya. Ibarat berjalan di atas pasir kering, telapak kaki tertinggal hanya beberapa saat saja. Ia akan hilang tertimbun bersama pasir lain.

Sampai suatu hari saya mengikuti sebuah diskusi "Tentang Keberadaan Tuhan". Hal yang amat membekas di dalam hati, dan entah kenapa saya menyetujui bahwa "Tuhan itu Esa". Dan tanpa saya sadari, kehidupan biasa saya pun menghadapi perubahan. Pada musim semi di tingkat dua, saya berkesempatan mengunjungi Indonesia selama satu bulan, menghabiskan libur musim panas. Saya menghabiskan masa liburan dengan berkunjung ke rumah tiga muslim teman kuliah saya. Di sinilah benih-benih hidayah Allah mulai terasa tumbuh di hati.

Kesan saya tentang Islam yang hanya sebatas harus shalat lima waktu dan susah mencari makanan halal itu, menjadi berubah. Di Indonesia, saya sangat terkejut karena tidak ada kesulitan untuk mencari makanan halal. Orang Indonesia bisa berbelanja di supermarket aneka barang yang halal dan dengan bebas. Sama sekali tidak susah.

Kesan saya terhadap masjid pun berubah. Semula bagi saya, masjid adalah tempat ibadah suci, tempat saya yang tak tersentuh, dan tentu, bukan bagian dari kehidupan saya. Tetapi begitu saya ikut teman ke masjid, saya merasa suasana yang berbeda dengan image awal tadi. Ternyata, saya melihat masjid menjadi tempat yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, termasuk diri saya. Suasana yang sebelumnya begitu jauh dari saya, terasa begitu dekat. Masya Allah... saya merasa bahwa Islam itu begitu dekat.

Seiring banyaknya pengalaman yang mendekatkan saya dengan agama Islam, ketika berada di Indonesia saat itu, membuat keinginan saya masuk Islam menjadi kuat. Maka saat itulah saya memutuskan untuk masuk Islam, dari hati terdalam. Mulanya ketika saya masuk Islam, saya hanya ingin disaksikan oleh teman-teman dekat saja. Tetapi skenario Allah SWT tidaklah demikian. Sewaktu kami tiba di masjid, di sana sedang diadakan pengajian umum. Para jamaah sepakat memutuskan agar saya bersyahadat setelah pengajian usai. Jadilah peristiwa saya masuk Islam disaksikan oleh banyak peserta pengajian. Saya pun berislam di tengah-tengah calon saudara seiman saya. Ya, banyak mata yang menyaksikan peristiwa sakral itu...

Dahulu saya berpikir bahwa masuk Islam adalah hal yang sangat sulit. Namun saat saya berikrar menjadi muslim dengan bersyahadat, semua begitu mudah dan cepat! Dalam hati sempat bertanya tak yakin, "Benar nih, saya sudah masuk Islam?" Setelah selesai bersyahadat, semua peserta pengajian menghampiri dan memberikan selamat kepada saya. Salam dan pelukan sebagai ungkapan selamat, datang dari hadirin mendekap saya hangat. Di situlah akhirnya yakin bahwa saya sudah menjadi muslim. Alhamdulillah... Allahu Akbar.

Perasaan saya saat itu, tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, haru biru meletup di kalbu. Tak terasa air mata mengalir begitu saja. Saya sadari, hanya  karena Allah Ta'ala saya bisa menjadi pengikut Rasulullah SAW. Alhamdulillah... sungguh saya bersyukur kepada Allah, mendapatkan karunia ini. Bahagia tiada terperi.

Sekembalinya saya di Jepang, sambil bertanya kepada teman-teman muslim di kampus, sedikit demi sedikit saya mulai belajar tentang agama Islam. Banyak kekhawatiran saya ketika mempelajari tentang agama ini. Namun satu persatu saya coba tempuh. Sekarang saya sangat bersyukur bisa menjadi muslim; pemeluk agama Islam. Dalam Al-Quran yang mulia itu Allah telah menyebutkan keberuntungan ini. "Hai orang-orang yang beriman, dan janganlah sekali-kali kamu  mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS. Ali-Imran: 102).

Sekarang saya sudah berkeluarga, telah menikah dengan seorang istri yang juga teman muslim di masa kuliah dulu. Berkah pun bertambah ketika dua putra dan seorang putri cantik telah hadir menemani kami. Berkat dukungannyalah saya bisa hidup di Jepang sebagai seorang muslim hingga hari ini. Walau saya tidak pernah mengungkapkannya dalam kehidupan sehari-hari, lewat forum ini saya ucapkan "Sungguh terima kasih atas dukunganmu belahan hidupku, istriku, Dewi."

*****

Catatan di atas adalah cerita pengalaman berislamnya pak Takanubo Muto, mualaf dari Jepang, yang disampaikan lalu diterjemahkan oleh mbak Rakhma Kumala Dewi (istri pak Takanobu Muto), dan dilengkapi oleh mbak Rose FN, dalam Hikari no Michi.

Senin, 23 November 2009

Senandung Cinta Sang Ikhwan Telenovela

Ukhtiku...
Masihkah menungguku...?

Hmmm... menunggu, menanti, atau whatever-lah yang sejenis dengan itu kata orang membosankan. Benarkah?!
Menunggu...
Hanya sedikit orang yang menganggapnya sebagai hal yang ‘istimewa’.
Dan bagiku, menunggu adalah hal istimewa.
Karena banyak manfaat yang bisa dikerjakan dan yang diperoleh dari menunggu.
Membaca, menulis, diskusi ringan, atau hal lain yang bermanfaat.

Menunggu bisa juga dimanfaatkan untuk mengagungkan-Nya,
melihat fenomena kehidupan di sekitar tempat menunggu,
atau sekadar merenungi kembali hal yang telah terlewati.
Eits, bukan berarti melamun sampai bengong alias ngayal dengan pikiran kosong.
Karena itu justru berbahaya, bisa mengundang makhluk dari ‘dunia lain’ masuk ke jiwa.

Banyak hal lain yang bisa kau lakukan saat menunggu.
Percayalah bahwa tak selamanya sendiri itu perih.
Ngejomblo itu nikmat, jenderal!
Ups, itu judul tulisanku beberapa waktu lalu.

Bahwa di masa penantian, kita sebenarnya bisa lebih produktif.
Mumpung waktu kita masih banyak luang.
Belum tersita dengan kehidupan rumah tangga.
Jadi waktu kita untuk mencerahkan ummat lebih banyak.
Karena permasalahan ummat saat ini pun makin banyak.

Karenanya wahai bidadari dunia...
Maklumilah bila sampai saat ini aku belum datang.
Bukan ku tak ingin, bukan ku tak mau, bukan ku menunda.
Tapi persoalan yang mendera bangsa ini kian banyak dan kian rumit.
Begitu banyak anak tak berdosa yang harus menderita karena busung lapar, kurang gizi, lumpuh layuh hingga muntaber.
Belum lagi satu per satu kasus korupsi tingkat tinggi yang membuktikan bahwa negeri ini ’sarang tikus’.
Ditambah lagi bencana demi bencana yang melanda negeri ini.
Meski saat ini hidup untuk diri sendiri pun rasanya masih sulit.
Namun seperti seorang ustadz pernah mengatakan bahwa hidup untuk orang lain adalah sebuah kemuliaan. Memberi di saat kita sedang sangat kesusahan adalah pemberian terbaik.
Bahwa kita belumlah hidup jika kita hanya hidup untuk diri sendiri.

Ukhtiku...
Di mana pun engkau sekarang, janganlah gundah, janganlah gelisah.
Telah kulihat wajahmu dan aku mengerti,
betapa merindunya dirimu akan hadirnya diriku di dalam hari-harimu.
Percayalah padaku aku pun rindu akan hadirmu.
Aku akan datang, tapi mungkin tidak sekarang.
Karena jalan ini masih panjang.
Banyak hal yang menghadang.
Hatiku pun melagu dalam nada angan.
Seolah sedetik tiada tersisakan.
Resah hati tak mampu kuhindarkan.
Tentang sekelebat bayang, tentang sepenggal masa depan.
Karang asaku tiada ‘kan terkikis dari panjang jalan perjuangan, hanya karena sebuah kegelisahan.
Lebih baik mempersiapkan diri sebelum mengambil keputusan.
Keputusan besar untuk datang kepadamu.

Ukhtiku...
Jangan menangis, jangan bersedih, hapus keraguan di dalam hatimu.
Percayalah pada-Nya, Yang Maha Pemberi Cinta,
bahwa ini hanya likuan hidup yang pasti berakhir.
Yakinlah... saat itu pasti ‘kan tiba.
Tak usah kau risau karena makin memudarnya kecantikanmu.
Karena kecantikan hati dan iman yang dicari.
Tak usah kau resah karena makin hilangnya aura keindahan luarmu.
Karena aura keimananlah yang utama.
Itulah auramu yang memancarkan cahaya syurga,
merasuk dan menembus relung jiwa.

Wahai perhiasan terindah...
Hidupmu jangan kau pertaruhkan, hanya karena kau lelah menunggu. Apalagi hanya demi sebuah pernikahan. Karena pernikahan tak dibangun dalam sesaat, tapi ia bisa hancur dalam sedetik. Seperti negara Iraq yang dibangun berpuluh tahun, tapi bisa hancur dalam waktu sekian hari.

Jangan pernah merasa, hidup ini tak adil.
Kita tak akan pernah bisa mendapatkan semua yang kita inginkan dalam hidup.
Pasrahkan inginmu sedalam qalbu, pada tahajjud malammu.
Bariskan harapmu sepenuh rindumu, pada istikharah di shalat malammu.
Pulanglah pada-Nya, ke dalam pelukan-Nya.
Jika memang kau tak sempat bertemu diriku,
sungguh…itu karena dirimu begitu mulia, begitu suci.
Dan kau terpilih menjadi Ainul Mardhiyah di jannah-Nya.

Ukhtiku...
Skenario Allah adalah skenario terbaik.
Dan itu pula yang telah Ia skenariokan untuk kita.
Karena Ia sedang mempersiapkan kita untuk lebih matang,
merenda hari esok seperti yang kita harapkan nantinya.
Untuk membangun kembali peradaban ideal seperti cita kita.

Ukhtiku...
Ku tahu kau merinduiku, bersabarlah saat indah ‘kan menjelang jua.
Saat kita akan disatukan dalam ikatan indah pernikahan.
Apa kabarkah kau di sana?
Lelahkah kau menungguku berkelana?
Lelahkah menungguku kau di sana?
Bisa bertahankah kau di sana?
Tetap bertahanlah kau di sana...
Aku akan segera datang, sambutlah dengan senyum manismu.
Bila waktu itu telah tiba,
kenakanlah mahkota itu,
kenakanlah gaun indah itu...
Masih banyak yang harus kucari, ‘tuk bahagiakan hidup kita nanti…

Ukhtiku...
Malam ini terasa panjang dengan air mata yang mengalir.
Hatiku terasa kelu dengan derita yang mendera,
kutahan derita malam ini sambil menghitung bintang.
Cinta membuat hati terasa terpotong-potong.
Jika di sana ada bintang yang menghilang,
mataku berpendar mencari bintang yang datang.
Kalau memang kau pilihkan aku, tunggu sampai aku datang…

Ku awali hariku dengan tasbih, tahmid, dan shalawat.
Dan mendo’akanmu agar kau selalu sehat, bahagia,
dan mendapat yang terbaik dari-Nya.
Aku tak pernah berharap, kau ‘kan merindukan keberadaanku yang menyedihkan ini.
Hanya dengan rasa rinduku padamu, kupertahankan hidup.
Maka hanya dengan mengikuti jejak-jejak hatimu, ada arti kutelusuri hidup ini.
Mungkin kau tak pernah sadar betapa mudahnya kau ‘tuk dikagumi.
Akulah orang yang ‘kan selalu mengagumi, mengawasi, menjaga, dan mencintaimu.

Ukhtiku...
Saat ini ku hanya bisa mengagumimu,
hanya bisa merindukanmu.
Dan tetaplah berharap, terus berharap.
Berharap aku ‘kan segera datang.
Jangan pernah berhenti berharap,
Karena harapan-harapanlah yang membuat kita tetap hidup.
Bila kau jadi istriku kelak,
jangan pernah berhenti memilikiku,
dan mencintaiku hingga ujung waktu.
Tunjukkan padaku kau ‘kan selalu mencintaiku.
Hanya engkau yang aku harap.
Telah lama kuharap hadirmu di sini.
Meski sulit, harus kudapatkan.
Jika tidak kudapat di dunia...
‘kan kukejar sang Ainul Mardhiyah yang menanti di surga.

Ku akui cintaku tak hanya hinggap di satu tempat,
aku takut mungkin diriku terlalu liar bagimu.
Namun sejujurnya, semua itu hanyalah persinggahan egoku,
pelarian perasaanku.
dan sikapmu telah meluluhkan jiwaku.
Waktu pun terus berlalu dan aku kian mengerti…
Apa yang akan ku hadapi.
Dan apa yang harus kucari dalam hidup.

Kurangkai sebuah tulisan sederhana ini,
untuk dirimu yang selalu bijaksana.
Aku goreskan syair sederhana ini,
untuk dirimu yang selalu mempesona.
Memahamiku dan mencintaiku apa adanya.
Semoga Allah kekalkan nikmat ini bagiku dan bagimu.
Semoga...

Kau terindah di antara bunga yang pernah aku miliki dahulu.
Kau teranggun di antara dewi yang pernah aku temui dahulu.
Kau berikan tanda penuh arti yang tak bisa aku mengerti.
Kau bentangkan jalan penuh duri yang tak bisa aku lewati.
Begitu indah kau tercipta bagi Adam.
Begitu anggun kau terlahir sebagai Hawa.

****

Begitu lah salah satu tulisan yang pernah dibuat oleh si ikhwan telenovela. Siapakah orangnya kalau dia akhwat yang nggak kelepek-kelepek baca tulisan kayak gini? Lalu apakah ini adalah tulisan saya sendiri? Hahahaha.... selamat deh buat yang sudah menebak seperti itu, karena jawabannya SALAH, pemirsa!

Bukan saya yang nulis ini. Entah siapa...?
Saya temukan tulisan ini di harddisk laptop saya. Nggak inget juga kapan nyomotnya dan darimana sumbernya. Tapi kalau dilihat dari filenya dibuat sih sekitar tahun 2006. Sudah 3 tahun yang lalu ya berarti.

Dulu sih waktu saya baca ini lumayan jadi terinspirasi juga. Kesannya keren... romantic-romantic gimanaaa gitu... hehehe...
Tapi setelah dipikir-pikir, kok kayaknya nggak banget yak?! Saya nggak suka bukan berarti saya sok nggak romantis atau bahkan frigid lho. Soalnya kemarin ada seorang teman yang nanya, "apakah ikhwan itu gak pernah jatuh cinta?"
Waduh... ya saya jawab saja, "Bohong besar lah itu. Buktinya saya juga pernah jatuh cinta." Patut dipertanyakan kenormalannya kalau ada orang yang seperti itu (tidak pernah merasa jatuh cinta). Jujur saja, saya sendiri dulu pernah bikin tulisan serupa kayak tulisan di atas untuk seorang akhwat. Dulu... itu waktu saya masih jadi ikhwan bakwan, alias ikhwan jadi-jadian. Suka TePe TePe juga sama yang namanya akhwat.  Tapi sekali lagi, itu dulu... Dan sekarang sudah tobat! Taubatan nasuha! Mengakui kesalahan dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak kembali mengulang kesalahan yang sama. (fiuhh... maafkan saya sekali lagi ya Allah...)

Setelah saya renungi, sepertinya sangat tidak elok jika seorang ikhwan bikin tulisan kayak gitu dan dikirimkan atau ditujukan untuk seorang akhwat idamannya. Entah siapa pun itu, selama memang belum ada ikatan pernikahan di antara mereka. Walaupun tulisan di atas terkesan indah, mengandung bahasa dan kalimat-kalimat agama, tapi.... ya tetap saja kurang pantas. Rasanya itu semua baru akan menjadi pantas jika diperuntukkan seorang akhwat yang telah resmi mengikat janji setia dengan kita, alias istri kita. Itu sih jangankan bikin puisi seperti di atas, berbuat seromantis dan semelankholis apa pun untuknya itu menjadi nilai ibadah. Luar biasa bukan? Makanya... ayo menikah! Loh... (o.O)' hahahaha... (nyuruh-nyuruh menikah padahal sendirinya belum). Tapi ya sudahlah... biarkan Allah menjalankan skenario-Nya sendiri, saya hanya bisa berusaha untuk menjemputnya.

Senin, 16 November 2009

Akhwat Korsad VS Ikhwan Santika

Tak seperti biasanya, pengepungan kali ini berjalan begitu lama. Maslamah sendiri, sang panglima khalifah itu tidak dapat menentukan sampai kapan pengepungan itu akan berhasil. Sementara itu, esok atau lusa pasti surat khalifah akan datang dan menanyakan mengapa ekspedisi militernya memakan banyak waktu, tidak seperti biasanya.

Insting kepemimpinannya segera menuntunnya untuk melakukan pengintaian secara rahasia. Ia berniat hendak mencari celah yang mungkin dapat menembus benteng. Maslamah yakin, bahwa kemenangan akan diperoleh, jika pasukannya mampu menembus benteng. Persoalannya, bagaimana yang memungkinkan untuk diterobos itu yang belum ditemukan. Setelah mengadakan penjajagan dengan seksama, Maslamah menyimpulkan bahwa terdapat lorong yang memungkinkan untuk ditembus. Dan itu membutuhkan relawan yang berani untuk melakukannya. Jika ia berhasil masuk ke dalam benteng, maka ia akan dapat membukakan pintu sebagai jalan masuk penyerbuan lebih lanjut. Di kemah, Maslamah membicarakan hal tersebut dengan beberapa perwiranya. Setelah selesai strategi itu dikemukakan, dengan menatap satu persatu wajah para perwiranya, Maslamah menantang siapa di antara mereka yang berani masuk menembus lorong, semuanya diam.

Maslamah tafakur, tiba-tiba dari arah lain datang tentara berkuda dengan wajah ditutup cadar. Ia mengatakan sanggup melaksanakan tugas berat tersebut saat itu juga, karena waktu tersebut dinilai tepat untuk melakukan penyusupan. Maka, ia pun segera berangkat. Maslamah pun melepas dengan bekal do’a. Beberapa waktu kemudian, terdengar suara teriakan takbir dari pintu benteng. Tampaknya dia telah berhasil menerobos benteng. Setelah berhasil membunuh penjaganya, orang bercadar itu segera membuka pintu benteng. Di depan pintu benteng ia berteriak dengan takbir berkali-kali. Suara itu seketika membangkitkan semangat kaum muslimin. Bagaikan air bah, para mujahidin fi sabilillah itu menyerbu ke dalam benteng. Dalam waktu singkat, benteng jatuh dan pasukan musuh dapat dihancurkan. Banyak di antara mereka yang mati, sementara lainnya dapat ditawan.

Setelah perang usai, Maslamah masih memikirkan prajurit bercadar itu. Ia perintahkan seluruh perwiranya untuk mencari, siapakah sebenarnya prajurit bercadar itu. Sampai waktu yang lama, tak ada juga yang mengaku. Namun tak lama berselang kemudian, datanglah orang bercadar dengan berjalan kaki. Sesampainya di depan Maslamah, ia pun bertanya,”Apakah tuan masih mencari prajurit bercadar?”. ” Benar, kaukah orangnya?”, ”Saya dapat menunjukan orangnya, asal Tuan mau berjanji kepadaku!”. ”Baiklah. Apa yang harus kujanjikan untukmu?”. ”Tuan jangan menanyakan siapa namanya. Tuan jangan memberi hadiah apapun kepadanya. Dan ketiga, tuan jangan menceritakan kepada seorangpun! Apakah tuan mau berjanji memenuhi 3 syarat itu?”. ”Ya saya berjanji. Tak akan aku bertanya siapa namanya. Tak akan aku beri hadiah kepadanya dan terakhir, aku berjanji tak akan menceritakan hal dirinya kepada siapapun.” ”Ketahuilah panglima, orang itu adalah yang ada dihadapan Tuan”. Selanjutnya setelah orang bercadar itu berlalu, Maslamah mengangkat tangannya berdo’a, ”Ya Allah kumpulkanlah aku di surga dengan orang bercadar itu!”.

Kisah di atas menggambarkan keihklasan membawa kemenangan. Imam Syahid Hasan al Banna, ”Yang saya maksud dengan ikhlas adalah bahwa seorang al akh hendaknya mengorientasikan perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya kepada Allah swt. Mengharapkan keridhaan-Nya, tanpa memperhatikan keuntungan materi, prestise, pangkat, gelar, kemajuan, atau kemunduran. Dengan begitu ia telah menjadi tentara aqidah, bukan tentara kepentingan yang hanya mencari kemanfaatan dunia. Dengan begitu seorang al akh telah memahami slogan ”Allah tujuan kami”. Sungguh, Allah Mahabesar dan bagi-Nya segala puji”.

Dakwah ini, dengan segala tribulasinya, membutuhkan mujahid yang tulus dan ikhlas membela Agamanya, bukan yang berharap bidadari atas amal yang telah dilakukannya, apalagi menurutnya bidadari itu telah turun ke bumi semenjak Islam mulai bangkit lagi di bumi ini. Bidadari-bidadari itu menghias diri setiap hari. Dia berwujud manusia yang berhati lembut, dipandang mata, menyejukkan dilihat, menentramkan hati setiap pemiliknya. Dialah wanita shalihah yang menjaga kesucian dirinya. Sehingga di penghujung do’anya ”Ya Allah, jadikanlah aku orang yang senantiasa dikelilingi oleh bidadari-bidadari bumi. Agar kelak di surga aku tidak canggung lagi”. Awas ikhwan santika, mujahid berjilbab yang senang dikelilingi para akhwat dan betah bekerja di lingkungan keakhwatan.

Alangkah indahnya Islam. Kedudukan manusia dinilai dari ketaqwaannya, bukan dari gendernya. Ini adalah strata terbuka sehingga siapa saja berpeluang untuk memasuki strata taqwa.

Ikhwan dan akhwat adalah dua makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbeda. Di lapangan, ikhwan dan akhwat harus menjaga hijab satu sama lain, namun tentu bukan berarti harus memutuskan hubungan, karena dalam dakwah, ikhwan dan akhwat adalah seperti satu bangunan yang kokoh, yang sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. 9: 71). Dakwah selalu berubah dan membutuhkan kegesitan atau gerak cepat dari para aktivisnya. Sedangkan permasalahan dakwah di lapangan semakin kompleks, sehingga membutuhkan aktivis yang tanggap dan bisa membaca situasi. Jangan sampai seperti dalam beberapa situasi diindikasikan bahwa ghirah, militansi, dan keagresifan berdakwah akhwat lebih daripada ikhwan sehingga timbul istilah akhwat korsad, militan, perkasa, dan mandiri. Semoga alur dakwah kita kembali menemukan format yang sebenarnya, ikhwan korsad dan akhwat santika.

ikhwan apa bakwan
wajah penuh jerawat seperti thokolan
katanya karena mikirin ummat yang jutaan
tidak tahunya mikirin akhwat idaman

ikhwan apa bakwan
dari jauh nampak sopan
berjalan gagah pengen jaga pandangan
ternyata mata juga jelalatan

ikhwan apa bakwan
kalo taklim serius tahan godaan
liat ustad penuh perhatian
tapi sama akhwat kelepek-kelepek belingsatan

ikhwan apa bakwan
wajah santun jenggotan
pengen nyunah rosul tauladan
apa daya cuman bergaya biar terlihat tampan...

PENGEN NGINGETIN AZA WAN!

ada apa dengan ikhwan
mau nikah malah kelamaan
akhwatnya sudah menanti ampe jamuran (ups)
tapi tuh ikhwan gak juga khitbah akhwat idaman

ada apa dengan ikhwan
mau nikah mikirnye kelamaan
mikir makan, anak dan kontrakan
tenang Wan ente kan punya Allah yang bisa kasih bantuan

ada apa dengan ikhwan
mau nikah banyak aturan
harus cantik, putih, kaya dan menawan
inget dong apa yang rosul telah katakan

ada apa dengan ikhwan
mau nikah banyak alasan
gaji, kuliah, sampe ortu jadi sasaran
kasihan kan akhwat yang cantik nunggu kelamaaan

ada apa dengan ikhwan
baca beginian sampe marah dan menaruh dendam
peace Wan, peace Wan
cuman mengingatkan Wan (nyok makan Bakwan)..hehe


(Hanya sebuah renungan untuk yang mengaku sedang berjuang)

Wallahu’alam.

Sumber:
di situ dengan isi yang sudah diedit seperlunya.

Rabu, 11 November 2009

Indahnya Menjaga Lisan, Berkatalah yang Baik atau DIAM

“Dari Abu Hurairah r.a, sesungguhnya Rasululloh bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata baik atau diam…” (HR Mutafaqun ‘alih).

Lidah tak bertulang, namun ketajamanannya dapat menembus hingga lubuk hati yang paling dalam. Luka yang diakibatkannya pun seringkali sulit untuk bisa dilupakan dalam waktu yang singkat. Lidah atau lisan, adalah salah satu nikmat yang diberikan kepada kita oleh Allah swt. Selain sebagai salah satu indera perasa (indera pengecap). Lidah atau lisan juga sebagai salah satu bagian dari ‘alat’ komunikasi kita. Dibandingkan dengan alat komunikasi yang lain seperti telinga kita cenderung lebih sering menggunakan lidah.

Artinya dibandingkan mendengar kita lebih menyukai berbicara. Dari hadis di atas, Rasululloh mensinyalir bahwasanya lisan dapat membawa ‘kerusakan’ yang besar kalau kita tidak dapat menjaganya. Untuk itu Rasululloh mendahulukannya dengan kata-kata, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir…”. Dengan kata lain menjaga lisan itu adalah hal yang harus benar-benar kita perhatikan. Sehingga dimasukan dalam salah satu ciri atau tanda berimannya seseorang. Dalam realitanya pun kita dapat melihat seberapa besar bahaya yang diakibatkan oleh ‘kejahatan lisan’.

Persaudaraaan, kekerabatan, pertemanan, perceraian, bahkan pertumpahan darah pun bisa terjadi karena bahaya yang dihasilkan oleh lisan. Bahaya tersebut antara lain adalah berupa hasud, fitnah, celaan, dan yang lainnya. Terlebih bagi kaum wanita yang sangat rentan sekali dengan kebohongan berita atau ‘gosip’. Sudah menjadi rahasia umum ‘ngegosip’ adalah ‘hobi’ para wanita, baik itu ibu-ibu maupun yang masih lajang. Seringkali kita tidak pernah sadar akan kemadhorotan yang besar dan merugikan bagi orang lain juga diri kita sebagai akibat dari tidak bisanya kita menjaga lisan.

Dalam kitab-Nya yang suci Al-Qur’anul Karim Allah swt berfirman, “Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) di sisi Allah…” (QS Al-Baqoroh [2]:217). Ini memperkuat betapa pentingnya memperhatikan lisan kita agar tidak melukai perasaan orang lain, terlebih sampai menimbulkan kemadhorotan yang lebih besar. Kita juga tak asing dengan sebuah pepatah bijak yang mengatakan, “Diam itu emas’. Dan itu memang sejalan dengan apa yang diajarkan oleh Islam.

Pada zaman sekarang menjaga lisan sudah sering tidak kita perhatikan lagi. Bahkan parahnya hal tersebut dijadikan sebagai barang komoditi. Seperti infotainment yang menyajikan acara ‘ghibah’ atau gosip. Membicarakan hal pribadi atau kejelakan orang lain, terlepas dari siapa dan apa yang dibicarakannya. Dengan tidak melihat kemadhorotannya yang lebih besar sebagai akibat dari tidak menjaga lisan mereka. Di sisi lain, lagi-lagi Islam menuniukkan kesempurnaannya sebagai agama yang diridhoi di sisi-Nya. Sampai hal yang kecil dan sering dianggap remeh ternyata Islam sangat begitu memperhatikannya.

Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala hal. 45, “Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara. Hal itu karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara, dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan”.

Beliau berkata pula di hal. 47, “Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu menyadari bahwa dia diberi telinga dua buah, sedangkan diberi mulut hanya satu adalah supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Seringkali orang menyesal di kemudian hari karena perkataan yang diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa penyesalan. Dan menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan adalah lebih mudah dari pada menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan. Hal itu karena biasanya apabila seseorang tengah berbicara maka perkataan-perkataannya akan menguasai dirinya. Sebaliknya, bila tidak sedang berbicara maka dia akan mampu mengontrol perkataan-perkataannya.

Beliau menambahkan di hal. 49, “Lisan seorang yang berakal berada di bawah kendali hatinya. Ketika dia hendak berbicara, maka dia akan bertanya terlebih dahulu kepada hatinya. Apabila perkataan tersebut bermanfaat bagi dirinya, maka dia akan bebicara, tetapi apabila tidak bermanfaat, maka dia akan diam. Adapun orang yang bodoh, hatinya berada di bawah kendali lisannya. Dia akan berbicara apa saja yang ingin diucapkan oleh lisannya. Seseorang yang tidak bisa menjaga lidahnya berarti tidak paham terhadap agamanya”.
Wallahu ‘alam bi showab.

Sumber: di sana dan di situ

Selasa, 03 November 2009

Putra Mahkota Jepang yang Merakyat




Pada video tersebut terlihat ayah dan ibunya si Aiko, yang tidak lain adalah anak dari kaisar Jepang.

Sebuah pemandangan yang jarang ada di Indonesia dimana mereka (orang tua Aiko) begitu membaur dengan warga Jepang lainnya dan bahkan duduk di bangku biasa tanpa adanya perlakukan khusus padahal sang ayah adalah putera mahkota.

Itulah yang saya sukai bila berada di negara maju seperti Jepang karena biasanya mereka tidak mengenal kata si miskin dan si kaya, semuanya mendapat perlakukan yang sama.

Saya kadang hanya sedih melihat pejabat disini dekat dengan rakyat apabila ada maunya, seperti pada saat dekat pemilu

Kamis, 29 Oktober 2009

Proses Ibu Mengandung Sampai Melahirkan




Dalam video ini ditampilkan secara 4 dimensi proses saat kita yang manusia ini berawal dari sebuah sel sperma dan sel telur sampai akhirnya lahir dan menjadi seorang bayi mungil. Sebuah video yang banyak mengandung hikmah. Semoga menjadi tergugah hati-hati kita dengan menyaksikannya.

Rabu, 28 Oktober 2009

Mengemis Kasih


Tuhan dulu pernah aku menagih simpati
Kepada manusia yang alpa jua buta
Lalu terheretlah aku dilorong gelisah
Luka hati yang berdarah kini jadi parah

Semalam sudah sampai kepenghujungnya
Kisah seribu duka ku harap sudah berlalu
Tak ingin lagi kuulangi kembali
Gerak dosa yang menghiris hati

Tuhan dosaku menggunung tinggi
Tapi rahmat-Mu melangit luas
Harga selautan syukurku
Hanyalah setitik nikmat-Mu di bumi

Tuhan walau taubat sering kumungkir
Namun pengampunan-Mu tak pernah bertepi
Bila selangkah kurapat pada-Mu
Seribu langkah Kau rapat padaku

(The Zikr)

Selasa, 27 Oktober 2009

Bukan Air Mata Murahan

Ibnu Qayyim berpendapat bahwa menangis itu ada 10 macam, yaitu:

   1. Menangis karena kasih sayang & kelembutan hati.
   2. Menangis karena rasa takut.
   3. Menangis karena cinta.
   4. Menangis karena gembira.
   5. Menangis karena menghadapi penderitaan.
   6. Menangis karena terlalu sedih.
   7. Menangis karena terasa hina dan lemah.
   8. Menangis untuk mendapat belas kasihan orang.
   9. Menangis karena mengikut-ikut orang menangis.
  10. Menangis orang munafik (pura-pura menangis).

"..dan bahwasanya DIA lah yang menjadikan orang tertawa dan menangis." (An Najm: 43)

Jadi, Allah lah yang menciptakan ketawa dan tangis, serta menciptakan sebab terjadinya. Banyak air mata telah mengalir di dunia ini. Sumbernya dari mata mengalir ke pipi terus jatuh ke bumi. Mata itu kecil namun ia tidak pernah kering meneteskan airnya setiap hari tanpa putus-putus. Seperti sungai yang mengalir ke laut tidak pernah berhenti. Bahkan kalaulah air mata itu ditampung, mungkin banjirlah dunia ini.

Apakah menangis itu tercela atau terpuji? Ada tangisan yang sangat dicela, umpamanya meratapi mayat dengan meraung dan memukul-mukul dada atau merobek-robek pakaian.

Ada pula tangisan yang sangat terpuji, yaitu tangisan karena menginsafi dosa-dosa yang lalu atau tangis karena takut akan azab dan siksa Allah.

Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah mata seseorang meneteskan air mata kecuali Allah akan mengharamkan tubuhnya dari api neraka. Dan apabila air matanya mengalir ke pipi maka wajahnya tidak akan terkotori oleh debu kehinaan, apabila seorang dari suatu kaum menangis, maka kaum itu akan dirahmati. Tidaklah ada sesuatupun yang tak mempunyai kadar dan balasan kecuali air mata. Sesungguhnya air mata dapat memadamkan lautan api neraka."

Nabi Adam a.s. menangis selama 300 tahun tanpa mendonggak ke langit karena merasa takut terhadap dosa yang telah ia lakukan. Dia bersujud di atas gunung dan air matanya mengalir di jurang. Lalu Allah mendengar dan menerima taubat Adam dan mewahyukan, "Hai Adam sesungguhnya belum Aku pernah menciptakan air lebih lezat daripada air mata taubat mu!."

Janganlah menangis kalau tak tercapai cita-cita, sebab bukan kah Tuhan yang telah menentukannya?

Janganlah menangis karena menonton film hindustan atau drama.

Janganlah menangis karena cinta tak berbalas, sebab mungkin dia bukanlah jodoh yang telah Tuhan tetapkan.

Jangan menangis kalau uang kita hilang di jalanan, sebab mungkin kita kurang bersedekah.

Janganlah menangis kalau tidak dinaikkan pangkat, yakin lah rezeki itu adalah pemberian Tuhan.

Maka...

Simpanlah air mata - air mata tangisan itu semua sebagai bekal untuk menginsafi di atas segala kelalaian yang telah melanda diri, segala dosa-dosa yang berupa bintik-bintik hitam yang telah mengkelamkan hati hingga sukar untuk menerima hidayah dari Allah SWT. Seru lah air mata itu dari persembunyiannya di balik kelopak mata agar ia menetes membasahi dan mencuci hati agar ia putih kembali. Semoga ia juga dapat melebur dosa-dosa dan akan mendapat ampunan-Nya jua.

Junjungan Mulia bersabda "Ada 2 biji mata yang tak tersentuh api neraka, mata yang menangis di waktu malam hari karena takut kepada Allah SWT dan 2 biji mata yang menjaga pasukan fi sabillah di waktu malam."

"Di antara 7 golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah di hari qiamat, yaitu seseorang yang berzikir sendirian lalu mengenang tentang kebesaran Allah SWT lalu bercucuran air matanya."

"Jika tubuh seseorang hamba gemetar karena takut kepada Allah, maka berguguran lah dosa-dosanya bak gugurnya dedaunan dari pepohonan kering."

Berkata Salman Al Faarisi r.a "Aku dibuat menangis atas 3 perkara:

   1. Berpisah dengan Rasulullah SAW dan para sahabat-sahabat.
   2. Ketakutan seorang yang perkasa tatkala melihat malaikat Israil datang mencabut nyawanya.
   3. Aku tidak tahu di akhirat kelak aku akan di perintahkan untuk ke surga atau neraka.

Air mata itu tanda rahmat Tuhan. Rasulullah SAW bersabda: "Jagalah mayat ketika kematiannya & perhatikanlah 3 perkara:

   1. Apabila dahi nya berkeringat.
   2. Airmatanya berlinang.
   3. Hidungnya keluar cairan seperti ingus.

karena hal-hal tersebut menandakan rahmat Allah SWT untuk si mayat. (riwayat dari Salman al Faarisi)

Sucikanlah 4 hal dengan 4 perkara: "Wajahmu dengan linangan air mata keinsafan, lidahmu basah dengan berzikir kepada Penciptamu, Hatimu takut dan gemetar kepada kehebatan Rabbmu, dan dosa-dosa yang silam disulami dengan taubat kepada Dzat yang Memiliki mu."

Selasa, 20 Oktober 2009

Kemana Perginya Tarbiyah yang Dulu?

Selayaknya, bagi jiwa-jiwa yang mengazzamkan dirinya di jalan ini, menjadikan dakwah sebagai laku utama. Dia lah visi, dia lah misi, dia lah obsesi, dia lah yang menggelayuti di setiap desah nafas. Dia lah yang akan mengantarkan jiwa-jiwa ini kepada ridho dan maghfiroh Tuhannya kelak (Izzis).

Sungguh...

Aku rindu suatu masa ketika halaqoh adalah kebutuhan, bukan sekedar sambilan apalagi hiburan.

Aku rindu suatu masa ketika membina adalah kewajiban, bukan pilihan apalagi beban dan paksaan.

Aku rindu suatu masa ketika dauroh menjadi kebiasaan, bukan sekedar pelengkap pengisi program yang dipaksakan.

Aku rindu suatu masa ketika tsiqoh menjadi kekuatan, bukan keraguan apalagi kecurigaan.

Aku rindu suatu masa ketika tarbiyah adalah pengorbanan, bukan tuntutan dan hujatan.

Aku rindu suatu masa ketika nasihat menjadi kesenangan, bukan su'udzon atau menjatuhkan.

Aku rindu suatu masa ketika setiap kader selalu memberi untuk Islam, tanpa mengharapkan menerima untuk setiap kerja dakwahnya.

Aku rindu suatu masa ketika seorang kader akhwat tidak hanya menghiasi dirinya dengan jilbab lebar warna warni, tetapi juga ikut menghiasi akhlaknya.

Aku rindu suatu masa ketika seorang kader ikhwan ikut liqo atau halaqah hanyalah berlandaskan keikhlasan semata, tanpa ada embel-embel niat untuk mendapatkan akhwat berjilbab.

Aku rindu suatu masa ketika setiap kader tidak hanya menghiasi dirinya dengan simbol-simbol Islam, tetapi senantiasa mengaplikasikan substansi mendasar Islam.

Aku rindu suatu masa ketika setiap kader tidak hanya sekedar mencatat atau menghafal materi tarbiyah, tetapi juga fokus pada tataran pemahaman dan amal.

Aku rindu suatu masa ketika kita semua memberikan segalanya untuk dakwah ini.

Aku rindu suatu masa ketika nasyid ghuroba menjadi lagu kebangsaan.

Aku rindu suatu masa ketika hadir di liqo adalah kerinduan, dan terlambat adalah kelalaian.

Aku rindu suatu masa ketika malam gerimis pergi ke puncak mengisi dauroh dengan ongkos ngepas dan peta tak jelas.

Aku rindu suatu masa ketika seorang ikhwah benar-benar jalan kaki 2 jam di malam buta sepulang tabligh dakwah di desa sebelah.

Aku rindu suatu masa ketika akan pergi liqo selalu membawa uang infak, alat tulis, buku catatan dan Qur'an terjemahan ditambah sedikit hafalan.

Aku rindu suatu masa ketika seorang binaan menangis karena tak bisa hadir di liqo.

Aku rindu suatu masa ketika tengah malam pintu depan diketok untuk mendapat berita kumpul subuh harinya.

Aku rindu suatu masa ketika seorang ikhwah berangkat liqo dengan ongkos jatah belanja esok hari untuk keluarganya.

Aku rindu suatu masa ketika seorang murobbi sakit dan harus dirawat, para binaan patungan mengumpulkan dana apa adanya.
 
Aku rindu zaman itu...
Aku sangat rindu...
Suatu zaman yang pernah kami alami bersama, dahulu.

Ya ALLAH,
Jangan Kau buang kenikmatan berdakwah dari hati-hati kami.
Jangan Kau jadikan hidup ini hanya berjalan di tempat yang sama.

Ya Rabbi... istiqomahkanlah kami di jalan-Mu. Jangan sampai kami tergelincir ataupun terkena debu-debu yang dapat mengotori perjuangan kami di jalan-Mu, yang jika saja Engkau tak tampakkan kesalahan-kesalahan itu pada kami sekarang, niscaya kami tak menyadari kesalahan itu selamanya. Ampunilah kami ya Allah... Tolonglah kami membersihkannya hingga cermin hati kami dapat bercahaya kembali. Kabulkanlah ya Allah. 

Minggu, 18 Oktober 2009

Citra Satelit Kawasan Rawan Gempa di Seluruh Dunia




Berikut ini adalah gambar-gambar yang diambil melalui Google Earth. Di antaranya nampak gambar beberapa belahan dunia yang diproyeksikan sebagai daerah gempa. Pada gambar tersebut terdapat tanda titik-titik putih. Gambar titik putih tersebut menggambarkan kejadian gempa yang pernah terjadi tepat di daerah yang ditandainya. Semakin banyak titik putih pada daerah tersebut, berarti menandakan semakin sering terjadinya gempa. Hal ini dikarenakan pada daerah tersebut merupakan pertemuan antara beberapa lempeng tektonik yang selalu berherak tiap tahunnya. Selain itu juga daerah tersebut merupakan daerah lempeng vulkanik gunung api yang tingkat keaktifannya masih tinggi.

Fakta Ilmiah di Balik Gempa di Indonesia

Belakangan ini kita yang di Indonesia sering sekali merasakan gempa. Sebagian orang ada yang mengartikan itu hanya sebagai gejala alam semata yang biasa terjadi. Hal tersebut memang ada benarnya. Tapi kita sebagai muslim selayaknya tidak berhenti beranggapan hanya sampai di sana. Sebagai seorang muslim, kita mengimani tentu segala apa yang terjadi, termasuk gempa yang Allah timpakan kepada hambanya tidak lepas dari qadha dan qadar yang telah Dia tetapkan. Bahkan saat ini telah banyak beredar di internet beragam tulisan yang membahas korelasi waktu kejadian gempa-gempa yang baru terjadi di Indonesia dengan nomor ayat dan surat pada Al-Qur'an. Berdasarkan penjelasan yang diberikan penulisnya, ternyata jika waktu kejadian gempa dicocokkan dengan nomor ayat dan surat pada Al-Qur'an, dengan cara jam kejadian dicocokkan dengan nomor surat, dan menit kejadian dicocokkan dengan nomor ayat, maka semuanya akan menunjukkan pada kita bahwa isi dari ayat-ayat Al-Qur'an tersebut merupakan tentang penghancuran suatu kaum.

Namun, kali ini saya tidak akan membahas terlalu dalam mengenai hikmah kejadian gempa yang belakangan ini sering kita rasakan dari sudut pandang agama, karena sudah cukupnya tulisan yang telah membahasnya dengan baik. Walaupun bidang spesialisasi pendidikan saya adalah micro-biotechnology, tapi kebetulan penelitian Tugas Akhir saya ada hubungannya dengan kajian ilmu geologi. Dalam penelitian saya, saya mencoba mencari hubungan antara beragam jenis mineral pada batuan vulkanik terhadap diversitas microfungi dan komposisi kimia di dalamnya. Nah, dari sana akhirnya saya pun "terpaksa" harus belajar ilmu baru di luar bidang saya. Tapi hikmahnya, saya jadi tambah pengetahuan di bidang geologi ini, termasuk gempa. Oleh karena itu, kali ini akan saya coba jelaskan mengenai gempa tersebut dari sudut pandang ilmu pengetahuan.

Gempa adalah sebuah peristiwa pergerakan permukaan bumi yang
diakibatkan adanya gerakan lempeng-lempeng yang ada di dalam lapisan perut bumi. Di dunia ini terdapat 6 lempeng utama dan beberapa lempeng kecil. Lempeng-lempeng ini, senantiasa bergerak sepanjang tahun. Pergerakannya dapat mencapai kecepatan 1 - 7 cm per tahun. Ketika lempeng-lempeng ini bergerak, maka akan menghasilkan suatu perubahan yang lambat pada kondisi geografi Bumi. Sebagai akibatnya, pada bagian permukaan tepat pada daerah gerakan lempeng itu akan mengalami getaran sebagai akibat rambatan gelombang. Getaran yang merambat sampai ke permukaan inilah yang dapat mengakibatkan kerusakan. Tingkat parah atau tidaknya kerusakan di bagian permukaan Bumi tergantung dari skala gempa dan sejauh mana jaraknya dengan titik episentrum (pusat) gempa. Semakin dia dekat dengan titik pusat gempa, maka akan semakin besar pula getaran yang dirasakan.



Jika dilihat dari sudut pandang ilmu pengetahuan, tentunya bisa saja kita katakan kalau ini merupakan gejala alam yang biasa terjadi. Dahulu sebelum kita sering mengalami gempa, kita yang di Indonesia selalu bersikap biasa-biasa saja dengan gempa ini. Padahal, jika saja kita tau, sebenarnya posisi negara kita tepat ada di atas pertemuan tiga lempeng utama dunia. Setelah kejadian Tsunami di Aceh, barulah kita semua menyadari bahwa secara geografis, lokasi negara kita memang benar-benar "tidak aman".

Berikut di bawah ini adalah gambar yang saya ambil dari aplikasi Google
Earth. Gambar tersebut menunjukkan lokasi negara kita yang memang berada tepat di atas pertemuan lempeng-lempeng utama. Gambar titik-titik putih yang ada pada sebagian besar pulau-pulau di Indonesia menandai gempa yang pernah terjadi di lokasi tersebut. Dapat kita lihat bahwa titik putihnya ada yang berukuran kecil dan besar. Ukuran itu menunjukkan kekuatan gempa yang terjadi. Semakin besar diameter titiknya, maka makin besar juga kekuatan gempanya, begitu juga sebaliknya. Bisa kita lihat bahwa terutama bagian Sumatra, pulau-pulau bagian selatan, sebelah utara Sulawesi, sampai Papua menunjukkan daerah-daerah yang sering terjadi gempa. Hanya pulau Kalimantan saja yang hampir sama sekali tidak pernah terjadi gempa.




Jika skala pengambilan gambar ini diperbesar lagi, maka akan tampak seperti gambar di bawah ini. Bisa kita lihat, untuk daerah Asia, ternyata posisi kita sama rawannya dengan negara Jepang. Bahkan Jepang hampir seluruh wilayahnya diliputi oleh titik-titik putih. Untuk dapat melihat gambar-gambar daerah rawan gempa lainnya di seluruh belahan dunia, silahkan klik di sini.



Berdasarkan gambar di atas, dapat kita simpulkan bahwa titik-titik putih yang menggambarkan gempa tersebut tepat berada di antara pertemuan lempeng-lempeng dunia, baik itu lempeng utama maupun lempeng kecil. Kemudian apakah alam tidak memiliki mekanismenya sendiri untuk meredam gerakan lempeng-lempeng dunia ini? Tentu saja alam memilikinya. Itu pula lah salah satu hikmah yang ingin Allah kabarkan lewat Al-Qur'an:

"Dan telah Kami jadikan Bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya Bumi itu (tidak) goncang bersama mereka..." (QS. 21: 31).

"Bukankah Kami telah menjadikan Bumi itu sebagai hamparan? Dan gunung-gunung sebagai pasak?" (QS. 78: 6-7).

Dari dua ayat di atas, Al-Qur'an mengajak kita untuk memperhatikan fungsi yang sangat penting dari gunung-gunung. Seperti yang sudah diberitakan
dalam Al-Qur'an, bahwa gunung mempunyai fungsi mencegah goncangan atau getaran di Bumi. Gunung sendiri terbentuk dari gerakan dan tabrakan yang masif yang akhirnya membentuk kerak Bumi. Ketika dua lempeng bertabrakan, maka yang kuat akan masuk ke bawah yang lainnya. Yang di atas akan membengkok dan membentuk dataran tinggi dan gunung. Sedangkan bagian bawahnya bergerak di bawah tanah. Ini mengakibatkan gunung juga memiliki bagian yang terus memanjang ke bawah. Akibat pemanjangan ke arah bawah tersebut, maka dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa gunung-gunung tersebut dapat memaku lempengan kerak Bumi. Dengan cara ini, ia memakukan kerak Bumi dan mencegahnya bergerak dari lapisan magma. Sederhananya, kita bisa menggambarkan bahwa Bumi adalah balok kayu, sedangkan gunung adalah paku yang ditancapkan kepadanya.



Bagi mereka yang tidak tinggal di daerah rawan gempa, barangkali tidak terlalu menyadari bahwa Bumi kita sekarang telah benar-benar rapuh. Mereka yang tidak tinggal di daerah yang bukan merupakan pertemuan lempeng tektonik, atau yang bukan pada daerah beraktivitas vulkanik tinggi, tidak akan pernah merasakan bahwa sebenarnya Bumi kita mulai sering sekali terjadi gempa baik dalam skala kecil maupun besar. Padahal jika kita perluas skala pengamatannya hingga di seluruh dunia, kita akan menemukan hasil yang mengejutkan. Menurut data Survey Geologi Amerika Serikat yang dapat mendeteksi dan mensurvei seluruh kegiatan gempa di dunia, dalam setahun saja bisa sampai terjadi ratusan ribu gempa di seluruh dunia. Bahkan dalam sehari saja bisa sampai terjadi lebih dari 30 gempa di seluruh dunia. Fakta ini semakin mengingatkan kita pada suatu hadits yang menyatakan, "Tidak akan terjadi kiamat hingga akan sering terjadinya gempa" (HR. Bukhari). Sungguh telah nampak satu lagi tanda-tanda kiamat.

Semoga dengan uraian di atas dapat membuat kita makin waspada akan kenyataan yang kita hadapi. Sebagai manusia, kita dapat menggunakan akal dan pikiran kita untuk mencegah dampak negatif yang mungkin dapat terjadi akibat gempa. Namun, di sisi lain kita juga harus ingat bahwa kita tidak lebih dari seorang hamba Allah yang hanya menjalankan segala ketentuan yang Allah kehendaki. Sebab, datangnya suatu bencana atau musibah kepada suatu kaum, kita yakini bersama tidak semata-mata hanya disebabkan oleh faktor alam semata. Namun dapat juga disebabkan karena perilaku kaum tersebut yang banyak menyimpang. Sehingga datangnya musibah dan bencana, selain dikarenakan gejala alam, dapat juga dipengaruhi moral kita yang memancing kemurkaan Allah. 

Sabtu, 17 Oktober 2009

Kiamat (memang) Sudah Dekat!

Dalam banyak ayat Al-Quran, kita telah diperintahkan untuk senantiasa merenungi alam semesta dan apa yang terjadi di dalamnya. Manusia akan semakin percaya terhadap sesuatu yang akan terjadi jika tanda-tandanya telah semakin banyak yang terlihat. Sama halnya dengan peristiwa kehancuran dunia yang pasti akan terjadi, kiamat. Sebagai seorang muslim, kita harus mengimani peristiwa yang termasuk salah satu poin dalam rukun iman sebagai seorang muslim. Begitu banyak tanda-tanda akhir zaman yang sekarang telah nampak. Melalui uraian dua buah hadits yang saya sampaikan di bawah, akan saya coba untuk menjelaskan bukti kebenaran atas berita yang telah Rasulullah kabarkan jauh ratusan tahun yang lalu. Kedua hadits tersebut berhubungan dengan beragam peristiwa yang belakangan ini telah semakin sering kita alami khususnya di Indonesia. Kedua hadits tersebut adalah sebagai berikut:

Dari Sahl bin Sa'd bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Akan terjadi di akhir zaman penenggelaman bumi, hujan batu, dan pengubahan rupa, apabila musik dan biduanita telah merajalela dan khamr telah dianggap halal". (HR. Tirmidzi no. 2212, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 4060, hadits ini shahih)

Dalam hadits lain juga dikabarkan, "Kiamat tidak terjadi sehingga ilmu dihilangkan dan banyak terjadi gempa". (HR. Bukhari no. 1036 dari kitab Al-Jum'ah).

Dari gambaran yang telah disabdakan oleh Rasul pada kedua hadits di atas telah sama-sama kita ketahui bahwa Bumi saat ini telah semakin dekat pada kehancurannya. Pada hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah di atas, disebutkan tiga tanda-tanda akhir zaman yang berkaitan secara kajian geologis.

Pertama adalah peristiwa penenggelaman bumi. Kata "penenggelaman bumi" yang digambarkan Rasulullah berkorelasi dengan peristiwa semakin bertambahnya volume air laut yang disebabkan semakin melelehnya es di Kutub Utara. Peristiwa ini dipicu oleh semakin tingginya suhu di atas permukaan bumi yang sering diistilahkan dengan efek pemanasan global. Sisa-sisa pembakaran bahan bakar karbon dan beberapa zat additif yang dapat merusak lapisan ozon dipercaya menjadi penyebab peristiwa pemanasan global. Secara sederhana, pemanasan global dapat disebabkan oleh berbagai zat emisi karbon yang terjebak di lapisan ozon dapat menghalangi pantulan cahaya matahari yang masuk ke bumi secara radiasi. Akibatnya, sinar-sinar yang telah masuk ke atmosfer bumi, selanjutnya terus merambat hingga ke permukaan bumi. Ketika tiba di permukaan bumi, sebagian berkas sinar-sinar tersebut dipantulkan kembali ke atmosfer. Dikarenakan lapisan atmosfer yang sudah dipenuhi dengan berbagai zat karbon yang akhirnya saling berikatan dengan lapisan atmosfer tadi, selanjutnya membuat sinar-sinar tadi tidak dapat kembali menembus atmosfer untuk diteruskan ke angkasa. Sehingga berkas-berkas cahaya tadi tetap terjebak di atmosfer dan semakin membuat atmosfer bumi terus meningkat suhunya. Peningkatan suhu atmosfer bumi tentu akan berefek pada mencairnya gunung-gunung es di bagian kutub-kutub bumi. Akibatnya permukaan air laut terus meningkat tiap tahunnya. Indonesia saja, akibat proses pemanasan global ini, sampai saat ini kabarnya telah kehilangan 24 pulau karena tenggelam oleh permukaan air laut yang terus meningkat.



Kedua adalah "hujan batu". Sungguh tepat kata yang digambarkan Rasulullah dengan pengistilahan "hujan batu" tersebut. Mengingat pada masa beliau hidup tentulah belum dikenal istilah-istilah ilmiah seperti yang kita kenal sekarang. Namun, penggambaran yang Rasulullah sebutkan dapat kita korelasikan dengan peristiwa hujan meteorit. Meteor merupakan bongkahan batu besar yang menjadi bagian dari formasi dalam sistem tata surya. Sama halnya seperti planet-planet dan bintang-bintang, asteroid dan meteor pun memiliki orbitnya masing-masing di angkasa. Ketika dalam lintasannya mereka berpapasan dengan bumi, maka mereka akan menabrak bumi. Ketika peristiwa itu terjadi, pertama kali meteor akan menghantam lapisan-lapisan atmosfer bumi. Semakin meteor menghantam lapisan-lapisan atmosfer bumi, lama-kelamaan ukurannya akan semakin mengecil seiring dengan semakin banyaknya lapisan atmosfer yang dihantam. Sebagaimana kita tau bahwa bumi kita memiliki 7 lapisan utama yang fungsi utamanya adalah sebagai perisai bumi dari hantaman benda-benda langit yang bertubrukan dengan bumi. Sehingga kalaupun meteor tersebut dapat terus bertahan ketika menghantam lapisan atmosfer, maka biasanya kalaupun sampai ke permukaan bumi, ukurannya sudah menjadi serpihan-serpihan kecil saja. Serpihan kecil itulah yang kemudian disebut meteorit, atau yang digambarkan oleh Rasulullah dengan kata "hujan batu".




Ketiga adalah "pengubahan rupa". Kata "pengubahan rupa" yang digambarkan Rasulullah di sini maksudnya adalah pengubahan bentuk muka bumi. Hal ini sangat berhubungan dengan ayat dalam Al-Qur'an yang menyebutkan: "Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di
tempatnya, padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan." (QS. 27: 88).

Jika kita perhatikan bentuk muka bumi sekarang, tentulah seolah tidak pernah terjadi perubahan. Namun jika kita bandingkan bentuk muka bumi yang sekarang kita tinggali dengan bentuk muka bumi ratusan juta tahun yang lalu, ternyata hasilnya sangat bersesuaian dengan hadits di atas. Bumi kita telah mengalami perubahan rupa dari masa ke masa. Perubahan ini dapat disebabkan karena gerakan kerak-kerak bumi di mana mereka terletak. Kerak bumi letaknya mengapung di atas lapisan mantel yang lebih padat. Dalam buku General Science disebutkan bahwa benua-benua di bumi sebelumnya menyatu ketika pertama kali terbentuk, tapi kemudian terpisah menuju ke berbagai arah, sehingga terpisah ketika menjauh satu sama lain. Menurut Adolf Wegener, ilmuwan asal Jerman yang pertama kali mengemukakan penemuan tersebut, massa tanah bumi bersatu sekitar 500 juta tahun yang lalu dan massa besar ini disebut Pangaea yang terletak di Kutub Selatan.



Kira-kira 180 juta tahun yang lalu, Pangaea terbagi menjadi dua bagian. Pertama disebut dengan Gondwana, yang mencakup Asia, Australia, Antartika, dan India. Yang kedua disebut dengan Laurasia, yang mencakup Eropa, Amerika Utara, dan Asia kecuali India. Selama 150 juta tahun, dua wilayah besar ini terus membagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi. Benua-benua yang kemudian terbentuk setelah pergeseran dua wilayah besar ini bahkan terus-menerus bergerak pada permukaan bumi beberapa centi meter per tahun, dan merubah rasio laut dan daratan bumi.



Pergerakan lempeng atau kerak bumi ini lah yang kemudian dapat menyebabkan gempa, sebagaimana juga yang disebutkan dalam hadits kedua yang diriwayatkan oleh Bukhari. Jadi, kedua hal itu adalah peristiwa yang saling berkaitan satu sama lain. Kerak dan bagian paling atas dari mantel, dengan ketebalan sekitar 100 KM, terbagi menjadi beberapa segmen yang disebut dengan Lempeng. Di Bumi ini terdapat 6 lempeng utama, dan beberapa lempeng kecil. Lempeng-lempeng tektonik ini terus bergerak di muka bumi yang membawa Benua dan dasar laut dengan gerakan tersebut. Benua-benua ini terus bergerak dengan kecepatan 1-5 cm per tahun. Ketika lempeng ini bergerak, maka akan menyebabkan getaran di bagian atas permukaan bumi, getaran itu lah yang kemudian dikenal dengan gempa. Penjelasan mengenai gempa dan tanda-tanda zaman akhir ini insya Allah akan saya bahas dalam artikel tersendiri, mengingat cukup banyaknya bahasan yang akan dijelaskan.

Uraian yang telah saya jelaskan di atas semoga dapat mempertebal keimanan kita akan kepastian datangnya hari kiamat. Sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu mengambil hikmah dari setiap kejadian. Sebab sesungguhnya hari ini adalah saat beramal, bukan berhitung. Sedangkan esok adalah saat berhitung, bukan beramal.