Minggu, 28 Maret 2010

Paris tak Se-Romantis yang Kau Bayangkan, Kawan!

Orang Perancis umumnya tidak suka dengan orang yang berbahasa Inggris, karena itu kita harus selalu menyapa dalam bahasa Perancis sebagai pembuka. Misal kalau perlu bantuan. "Bonsoir Madame/Monsieur". "Je ne
parle pas Français." Sehabis itu baru disambung dengan broken English.
Dulu selagi mau jalan-jalan ke Pyrenia saya tersesat di jalan. Kemudian terpaksa pakai jurus tersebut di toko roti kecil dan sang Madam cuma bisa senyum-senyum doang, tapi angkat telpon. Tidak berapa lama sang suami datang dengan mobilnya dan memberikan panduan jalan ke luar kota. Ini betul-betul pertolongan yang amat berarti.

Sampai
di dekat Sorbonne University akhirnya bisa mendapatkan makanan enak yang mirip makanan Indonesia. Yang jual memang orang setengah baya asal Vietnam. Sebetulnya mereka melayani take away, tapi saya diperbolehkan makan di meja makan mereka. Masakan Perancis sendiri termasuk cukup enak dan cukup bervariasi dengan berani menambah rempah-rempah, apalagi kalau dibandingkan dengan masakan Inggris yang cuma kebanyakan cuma direbus saja.

Seperti halnya dengan pepatah rumput tetangga selalu kelihatan lebih
hijau, Paris akan selalu lebih menarik dibanding tempat-tempat wisata
lokal Indonesia.

Sebenarnya ini adalah cerita yang cukup lama. Tentang perjalanan saya mengelilingi beberapa negara di Eropa. Negara-negara di Eropa umumnya tidak terlalu luas dan bisa ditempuh hanya dengan perjalanan darat saja. Bagi negara-negara yang tergabung dalam Europe Union pun dapat dikunjungi tanpa harus mengurus visa terlebih dahulu. Itu semakin mempermudah bagi wisatawan untuk pergi keluar-masuk tiap negara di Eropa.

Banyak kawan saya yang bermimpi ingin pergi ke Perancis dengan menara Eiffelnya yang terkenal di kota Paris. Mereka bilang Paris adalah kota yang romantis. Walaupun sampai sekarang, saat sudah pernah berkunjung ke Paris, saya tidak pernah tahu kenapa Paris bagi orang Indonesia selalu identik dengan romantisme. 

Perancis adalah negeri yang unik. Campuran antara intusi dan kematian kreatifitas. Airport di Paris misalnya diambil dari nama seorang Jendral yang sewaktu perang dunia kedua secara gagah berani  berjuang melawan tentara pendudukan Jerman dengan cara mencari perlindungan di Inggris. Mungkin itu sebabnya mengapa Charles de Gaulle Airport terlihat tidak bersih dan arsiteknya memusingkan.

Tabung tabung itu lho monseur... seperti oversize sedotan teh botol di warung-warung Jakarta. Pindah dari satu terminal ke terminal yang lain seperti mendapatkan PR pelajaran fisika di SMA. Saya hampir tidak bisa nyontek lantaran hampir semua orang Perancis tidak atau pura pura tidak mengerti bahasa Inggris.

Naik bus untuk kemudian naik kereta ke Paris. Keretanya biasa-biasa saja. Di luar sana berkilo-kilo meter panjangnya nampak grafiti para preman mengotori dinding. Pengalaman pertama masuk kota itu adalah saya nyasar sampai 3 jam saat mencari alamat hotel di daerah namanya kalau tidak salah Pont De St Cloud. Lantaran saya berada turun di daerah yang berbeda juga bernama St Cloud. Benar, Paris nampak artistik dan lumayan bersih. Tapi manajemen kotanya memusingkan. Nama jalan berada melintang di depan dan hampir semuanya dimulai dengan "rue ". Kemudian pemakaian nama jalan kadang panjang-panjang seperti Rue du Faubourg St-Honere atau Terrase Du Bord De Le'eau ( speak english pleaseee...) Orang Indonesia jauh lebih simpel memberikan nama jalan misalnya Jalan Sudirman. Jalan Sukarno-Hatta.

Harus diakui museum di Paris memiliki koleksi art yang terbaik di
dunia. Tapi ukuran museumnya seperti Louvre ( 22.000 square meter )
terlalu nauzubilah. Kaki serasa hampir lepas lantaran harus berjalan
demikian jauh dan berdiri sekian lama berhadapan dengan ratusan jika
bukan ribuan masterpiece. Dan lukisan Monalisa? Well sampai sekarang
saya tidak mengerti dimana kelebihannya. Ukuran lukisan itu jauh lebih
kecil dari poster yang sering anda lihat. Mengantri setapak demi setapak untuk menyaksian Monalisa adalah pemborosan waktu. Lebih menarik menikmati lukisan impresionis seperti Renoir atau Monet. Di Louvre saya adalah satu dari 6 juta pengunjung rata-rata museum itu tiap tahun.

Musee d' Orsay, musium yang ukurannya jauh lebih kecil rasanya lebih nyaman dan simple. Beberapa karya Rodin, Cezanne, dan Camille Pissarro sempat membuat saya berdiri cukup lama di sana. Dan ini bukan mengada-ada jika saya bilang bahwa Habe juga punya bakat menjadi seni cukup tinggi. Jika anda menyenangi seni ketika di Paris anda harus menjauhi musium Guggenheim yang berisi modern art. Datang mengunjungi Guggenheim
adalah seperti nonton film roman buatan India. Anda bakalan kecewa
kenapa begitu berharap sedemikian rupa.

Orang Perancis tidak seperti orang Jepang, mereka amat irit dengan air. Bau badan mereka lebih memabukkan dari bau pestisida dicampur pupuk urea. Selama di Jepang, seingat saya, saya cuma pernah mencium bau badan orang ketika berhadapan dengan seorang homeless di Ueno Ko-en. Tapi di Paris saya mencium body odor hampir tiap kali naik bus dan metro.

Jika saya suatu saat menulis buku panduan tour di Paris, 2 hal penting yang harus diingatkan pada pembaca adalah: awas copet dan gunakan masker bila naik kendaraan umum. Walaupun begitu french women memang banyak yang menarik. Ukuran badan mereka langsing. Mode berpakaian memang oke. Melihat cara orang mengemudi di Paris, anda bakalan heran dan bertanya tanya apakah mereka sedang kebelet buang air besar mengejar toilet umum? Dan jika benar mereka harus menyediakan recehan lantaran tidak ada yang gratis di Pariskecuali bau badan.

Paris walaupun nampak cantik, di pinggirannya nampak lebih bleketek dan becek dari Pasar Induk di Jakarta. Imigran berasal dari Afrika merajalela.
Pelacur bertebaran hampir tiap blok. Daripada wine, saya lebih rela memakan makanan tahanan rutan Salemba dari makan makanan orang Perancis. Rindu makanan Asia, saya masuk restoran Vietnam. Pho soup yang seharusnya lezat, di Paris bahkan orang Vietnam pun ikut ikutan hilang skill masak memasak. Soup itu serasa menyeruput kuah empek-empek yang bikin anda mau muntah  bertubi tubi, dan hey kenapa daging dan tetelannya cuma secuil?

Nah bagi kawan-kawan yang bermimpi jalan-jalan ke Paris, sebaiknya
dipikirkan lagi.  Walaupun keindahan kota di Indonesia jauh kalah dari keindahan kota di Eropa. Keindahan alam negara kita jauh lebih alami dan kita tidak mesti kelaparan kelayapan di luar negeri. Dan ngapain jauh jauh ke benua lain jika kita bisa ke Pangalengan, Bali, Batu, Danau Toba, atau ke Bunaken.Jalan-jalan di Indonesia paling kurang kita tidak harus menahan napas seperti setiap kali berdekatan dengan orang Perancis.

Sabtu, 06 Maret 2010

Bahasa Perancis Gaul...

Kalau kamu ingin tahu beberapa kata dalam bahasa gaulnya anak-anak muda Perancis, berikut ini ada kata-kata yang bisa kamu pelajari untuk digunakan dalam percakapan sehari-hari. Tenang saja, kata-kata yang saya berikan ini masih tergolong sopan, kok . Jadi, kamu belajar bahasa Perancis tidak hanya yang versi baku atau resminya saja, tapi juga versi gaulnya agar kamu lebih mengenal budaya dan kultur mereka.



laisse béton -> laisser tomber -> lupakan

un skeud -> un disque -> CD

zarbi -> bizarre -> aneh

la sicmu -> la musique -> musik

le tromé -> le métro -> kereta bawah tanah

vénéré -> énervé -> tersinggung, marah

une cecla -> une classe -> kelas

le céfran ->le français -> orang Prancis, bahasa Prancis

jourbon -> bonjour -> selamat pagi

un féca -> un café -> kafe

looc -> cool (dari bahasa Inggris) -> keren

un sub -> un bus -> bus

une cinepi -> une piscine -> kolam renang

une zesgon -> une gonzesse -> cewek