Minggu, 13 Desember 2009

Mengubah Cemburu Menjadi Energi Positif

Cemburu, dalam bahasa Arab dikenal sebagai ghoirah dan dalam bahasa Inggris disebut jealousy. Menurut saya, kalaupun seseorang merasakan perasaan tersebut merupakan suatu gejala yang fitrah, wajar, dan alamiah dari seseorang sebagai rasa cinta, sayang, saling memiliki, melindungi (proteksi) dan peduli satu sama lain.

Membicarakan hal yang satu itu, membuat saya teringat kisah-kisah asmara dan romantisme kehidupan keluarga Rasulullah bersama istri-istrinya dahulu. Dikisahkan, istri Rasulullah, Aisyah Radiallahuan pun pernah merasa cemburu kepada suaminya. Dalam sebuah riwayat pernah diceritakan. Pada suatu malam Aisyah pernah ditinggal Rasulullah. Aisyah menyangka bahwa Rasul sedang pergi ke rumah istri beliau yang lain. Kemudian oleh Aisyah diselidiki. Setelah diselidiki, ternyata Rasulullah sedang ruku atau sujud sambil berdoa: "Maha suci Engkau dan Maha Terpuji Engkau, tiada sesembahan yang benar melainkan Engkau. Maka Aisyah pun berkata: "Sungguh-sungguh Anda (Rasul) dalam keadaan satu keadaan (ibadah), sedang saya dalam keadaan lain (digoda oleh rasa cemburu)." Riwayat hadits ini shahih lho, diriwayatkan oleh Muslim: I/351-352; Abdul Baqi, An-Nasi'i VII/72, ath-Thayalisi 1405 dan lainnya.

Ah... tapi tunggu dulu, bukankah itu adalah kisah kecemburuan seorang Aisyah kepada Rasulullah? Seorang lelaki mulia yang memang telah sah menjadi suaminya. Memang, ketika perasaan cemburu itu datang, ia tidak pernah memandang apakah itu terjadi di antara sepasang suami-istri atau bukan. Rasa cemburu bisa datang dan dialami siapapun. Bahkan saya pun pernah merasa cemburu dan merasa dicemburui. Namun terkadang saya juga suka merenung. Sering terlintas dalam benak saya beberapa hal terkait perasaan yang satu itu. Seperti misalnya, apakah memang layak seseorang merasa cemburu kepada orang lain, sementara belum ada ikatan pernikahan satu sama lain. Berkaca pada kisah Aisyah dan Rasulullah di atas, saya menganggap wajar jika Aisyah merasa cemburu terhadap Rasulullah, sebab bukankah beliau memang suaminya. Ketika seorang pria dan wanita saling berikrar setia dalam suatu ikatan pernikahan, dimana Allah telah menjadi saksinya, maka secara otomatis kedua belah pihak (suami dan istri) seakan telah secara resmi melakukan transformasi hak atau kewenangannya satu sama lain. Maksudnya, sang wanita telah memiliki hak atas sang pria karena telah menjadi istrinya. Begitu juga sebaliknya, sang pria memiliki hak atas sang wanita, karena telah menjadi suaminya. Sehingga keduanya layak untuk cemburu ketika ada suatu hal atau kewenangan yang merasa telah terlanggar atas salah satu atau keduanya.

Pikiran semacam itu terkadang muncul karena bagi saya, pada kenyataannya, cemburu tidak jarang telah mendapatkan stigma dan konotasi yang selalu negatif sebagai bentuk ekspresi dan refleksi yang tidak pada tempatnya, saling curiga, dan sebagainya. Terlebih jika itu terjadi pada orang yang memang belum memiliki hak atas orang yang ia cemburui.

Saya dapat mengerti, bahwa perasaan itu datang dikarenakan kondisi kejiwaan dan pikiran yang dipicu oleh beberapa faktor. Tapi dari sekian banyak faktor, biasanya faktor cinta dan rasa ketertarikan lah yang paling utama menjadi pemicu. Lalu kalau sudah terjadi seperti itu, lantas apakah dilarang dalam agama? Menurut saya tidak menjadi salah jika kecemburuan itu ditempatkan sesuai pada tempatnya. Tidak secara berlebihan atau bahkan malah akan merugikan pihak-pihak tertentu yang sebetulnya tidak terkait atau berkepentingan. Dalam sebuah buku yang pernah saya baca (saya lupa judulnya), ditulis oleh Imam Ibnul Qayyim, beliau menganjurkan kepada para muslimah untuk meniru karakteristik bidadari surga yang berhati suci. Sebagaimana disebutkan Allah dalam firman-Nya: “dan untuk mereka di dalamnya terdapat istri-istri yang suci.” (QS. Al Baqarah: 25). Yaitu dengan membangun kejiwaan yang bersih dari perasaan cemburu yang tidak pada tempatnya. Terlebih jika cemburu itu ditujukan pada seseorang yang belumlah menjadi halal baginya.

Namun, sebenarnya tidak semua cemburu itu membawa kesengsaraan dan tidak terpuji. Sebab rasa cemburu merupakan suatu potensi kejiwaan yang bila dipakai dan dikelola pada tempatnya secara wajar justru akan menjadi kontrol positif dan bukan menjadi sikap negatif yang tidak produktif. Wanita yang paling mulia dan yang paling luhur cita-citanya adalah mereka yang paling pencemburu pada tempatnya. Maka sifat seorang beriman yang cemburu (ghoyyur) pada tempatnya adalah sesuai dengan sifat yang dimiliki oleh Rabb-nya. Siapa yang mempunyai sifat menyerupai sifat-sifat Allah, maka sifat tersebut akan membawanya ke dalam perlindungan Allah dan mendekatkan diri seorang hamba kepada rahmat-Nya. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah itu memiliki sifat cemburu dan orang-orang beriman juga memilikinya. Adapun rasa cemburu Allah ialah ketika melihat seorang hamba yang mengaku dirinya beriman kepada-Nya melakukan sesuatu yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari dan Nasa’i).

Nah... jadi untuk mengubah rasa cemburu itu menjadi kumpulan energi positif, mengapa tidak kita ubah saja perspektif kecemburuan itu menjadi lebih luas, tidak terbatas hanya pada cemburu yang berlatarbelakang perasaan cinta lawan jenis semata. Sebab jika cara pandangnya sempit, hanya berkutat karena masalah cinta saja, biasanya itu cenderung akan membawa pada kemudharatan daripada manfaat. Tidak sedikit mereka yang merasakan cemburu kepada orang yang ia cintai, pada akhirnya malah membawanya kepada perasaan benci, iri, dan dengki pada pihak ketiga yang mungkin saja sebenarnya dia tidak tahu apa-apa duduk permasalahan yang sebenarnya. Misalnya, ada seorang pria cemburu kepada wanita yang ia cintai, sementara mereka berdua bukanlah pasangan suami-istri. Sang pria cemburu karena ia memiliki perasaan bahwa wanita pujaannya itu merasa lebih tertarik pada pria lain dibanding dirinya. Akhirnya sang pria yang cemburu itu pun malah menjadi benci, iri, dan dengki pada pria yang "dikagumi" oleh wanita yang ia cintai tadi. Sementara pria yang dikagumi oleh wanita tadi, sebenarnya tidak memiliki kepentingan apa pun dalam hubungan mereka berdua, bahkan tidak pernah tahu tentang perasaan "kagum" dari sang wanita tadi.

Yang jelas, ketika ada seseorang yang merasa kagum atas orang lain, tentulah itu dikarenakan orang tersebut memiliki nilai lebih. Entah apa pun itu, yang pasti ia memiliki banyak hal yang postif dan mungkin jarang atau tidak dimiliki oleh kebanyakan orang. Maka mengapa perasaan cemburu itu tidak kita arahkan saja agar menjadi penyemangat kita supaya lebih baik dari orang yang memiliki nilai lebih tersebut. Secara hubungan antar sesama manusia, tidak ada yang lebih berperan terhadap kualitas diri seseorang melainkan diri orang itu sendiri. Lingkungan, keluarga, teman-teman, atau orang-orang terdekat dalam hidup mungkin bisa menjadi pendorong, tetapi pada akhirnya tetap kita sendiri yang harus berbuat dan mengambil keputusan, bukan?

Ikhlas lah ketika kita tahu ada orang yang lebih bernilai dari kita. Lalu jangan menjadi pencemburu kalau hanya berhenti sampai jadi pencemburu semata. Akan tetapi segera sambut rasa cemburu tadi dengan usaha keras yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas diri kita. Membuat kita jadi lebih bernilai dari orang lain. Bersikaplah cemburu kepada sifat-sifat positif dari orang lain, bukan pada pribadi orangnya. Sebab, kalaupun rasa cemburu itu bermula dan akhirnya bermuara kepada sebuah perasaan yang bernama cinta, pada hakikatnya seseorang tentu ingin mendapat yang terbaik bagi dirinya. Namun keinginan itu tentunya juga harus diimbangi dengan upaya yang dapat menjadikan dirinya seberkualitas seperti orang yang ingin dia dapatkan itu. Sangatlah tidak adil ketika seseorang menginginkan yang terbaik bagi dirinya, sementara ia sendiri tidak pernah berusaha membuat dirinya menjadi yang terbaik.

18 komentar:

  1. hoo...yeah..i'm getting jealous! xDxD

    BalasHapus
  2. terinspirasi dari tulisan notes aku ya kak dimce..x))*pede bener..haha

    BalasHapus
  3. salah!
    terinspirasi dari kejadian yg aku alami 2 hari yg lalu... hahayyy... :D

    BalasHapus
  4. hoooooo...cieee...kak dimce,,prikitiw..dicemburui or cemburu nih..xD

    BalasHapus
  5. rahasia donk ishce....
    hihihihi... :))

    BalasHapus
  6. betewe,kak dimce, nanya donk..kamikaze itu artinya apa ya?

    BalasHapus
  7. mantrabbbbb.....!!!!! praktekin ah..........:D

    BalasHapus
  8. nape chan?
    lagi cemburu?
    hahaha... XD

    BalasHapus
  9. kamikaze = pasukan berani matinya Jepang zaman perang dunia II dulu. mereka itu yg suka nerbangin pesawat tempur terus menabrakkan diri ke kapal induk musuh. Jepang cuman rugi 1 tentara + 1 pesawat kecil. sedangkan musuh kehilangan 1 kapal induk besar beserta ratusan awak + kendaraan2 tempur yg diangkut di atasnya. hohoho... mantap kan!

    BalasHapus
  10. sippp! udah dapat teorinya, tinggal dipraktekin.. :)

    BalasHapus